![Setelah Soeharto Bertakhta di Astana Giribangun](https://koran-jakarta.com/images/article/phpio6s5a_resized.jpg)
Setelah Soeharto "Bertakhta" di Astana Giribangun
![Setelah Soeharto Bertakhta di Astana Giribangun](https://koran-jakarta.com/images/article/phpio6s5a_resized.jpg)
ISBN : 978-602-424-994-6
Ibarat buku, Soeharto merupakan sosok pemimpin yang tak pernah selesai dibaca. Dia dipuja dan dicaci selama 32 tahun menguasai istana.
Kekuasaan yang digenggamnya sejak 1966 berakhir ketika reformasi bergulir pada 1998. Kejatuhannya diiringi perasaan lega sekaligus duka. Sekitar 20 ribu pelayat mengantar ke pemakaman Astana Giribangun, Jawa Tengah, 28 Januari 2008. Setelah lebih dari satu dekade "bertakhta" di Astana, para pemuji dan pencacinya masih terus beraksi.
The Smiling General naik ke puncak kekuasaan berbekal Supersemar. Banyak pihak berpendapat, dia mengembangkan gaya kepemimpinan sentralistis dan represif. Pembatasan partai peserta pemilu (hal 5), program Keluarga Berencana (hal 8), penembak misterius (hal 126), peristiwa Talangsari (hal 130), dan tragedi Tanjung Priok (hal134), sedikit contoh program dan kejadian yang membuatnya dicemooh.
Di sisi lain, Presiden kedua Indonesia itu juga memiliki konsep pembangunan jangka panjang. Dia mengendalikan inflasi dan menumbuhkan perekonomian. Soeharto berhasil membuat rakyat lebih sejahtera, walau ujung-ujungnya menampilkan citranya yang populis (hal 7). Kesuksesan inilah yang diingat masyarakat, sehingga timbul keinginan untuk bernostalgia dengan zaman swasembada beras.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya