
Serikat Pemain Bentukan Djokovic Gugat Asosiasi Tenis Dunia
Serikat pemain tenis yang didirikan bersama oleh Novak Djokovic mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan serangkaian gugatan hukum
Foto: AFPMIAMI GARDENS, AMERIKA SERIKAT - Serikat pemain tenis yang didirikan bersama oleh Novak Djokovic mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan serangkaian gugatan hukum terhadap asosiasi pengelola olahraga tersebut, menuduh adanya pembatasan anti-persaingan serta praktik yang merugikan.
Asosiasi Pemain Tenis Profesional (Professional Tennis Players' Association / PTPA) menyatakan bahwa mereka menggugat dua penyelenggara tur utama, yakni Asosiasi Tenis Profesional (ATP) dan Asosiasi Tenis Wanita (WTA).
Selain itu, Federasi Tenis Internasional (ITF) serta Badan Integritas Tenis Internasional (ITIA) juga tercantum sebagai tergugat dalam gugatan yang diajukan di Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa.
- Baca Juga: Dilatih Patrick Kluivert, Rafael Struick Sangat Bersemangat
- Baca Juga: Dominasi Kakak, Ungguli Sang Adik
Baik ATP maupun WTA merespons dengan menegaskan bahwa mereka akan membela diri dari tuduhan tersebut. ATP menyebut bahwa PTPA "terus-menerus memilih perpecahan dan disinformasi ketimbang berkontribusi pada kemajuan olahraga tenis.”
Didirikan oleh Djokovic dan petenis Kanada, Vasek Pospisil, pada tahun 2020, PTPA kini mendapat dukungan dari sekitar 20 pemain yang terlibat dalam setidaknya satu gugatan hukum ini.
“Gugatan ini mengungkap penyalahgunaan sistematis, praktik anti-persaingan, serta pengabaian terang-terangan terhadap kesejahteraan pemain yang telah berlangsung selama puluhan tahun,” demikian pernyataan PTPA.
“ATP, WTA, ITF, dan ITIA beroperasi layaknya kartel, dengan menerapkan berbagai aturan anti-persaingan yang ketat serta praktik yang tidak adil.”
“Di balik citra glamor yang dipromosikan para tergugat, para pemain sebenarnya terperangkap dalam sistem yang tidak adil. Sistem ini mengeksploitasi bakat mereka, menekan pendapatan mereka, serta membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka,” ujar Ahmad Nassar, Direktur Eksekutif PTPA.
Dalam pernyataan resminya, PTPA merinci sejumlah dugaan pelanggaran yang menjadi sasaran gugatan. Menurut mereka, para tergugat "bersekongkol" dengan cara "mengontrol jumlah hadiah uang serta menekan pendapatan pemain," memaksakan "jadwal yang tidak manusiawi," serta mengeksploitasi pemain secara finansial.
Asosiasi tersebut juga dituduh menunjukkan "pengabaian terhadap kesejahteraan pemain" dengan memaksa mereka bertanding dalam suhu ekstrem hingga 100 derajat Fahrenheit (sekitar 37°C), menyelesaikan pertandingan di pukul 3 pagi, serta bermain dengan bola tenis yang berbeda-beda dan berisiko menyebabkan cedera.
PTPA juga menyoroti berbagai isu lain, termasuk hak atas citra pemain, pembatasan sponsor, serta "sistem peringkat yang terlalu ketat." Selain itu, mereka menuduh bahwa dunia tenis melanggar privasi pemain.
“Pemain dipaksa menjalani pemeriksaan perangkat pribadi yang invasif, tes doping acak di tengah malam, serta interogasi tanpa didampingi penasihat hukum,” lanjut pernyataan PTPA.
ATP membalas kritik tersebut dengan menegaskan bahwa mereka telah melakukan reformasi berdasarkan masukan dari para pemain, serta menuding PTPA menyebarkan informasi yang menyesatkan.
“Sementara ATP tetap fokus menjalankan reformasi yang membawa manfaat bagi pemain di berbagai tingkatan, PTPA terus-menerus memilih perpecahan dan disinformasi ketimbang berkontribusi pada kemajuan olahraga,” ujar ATP dalam pernyataannya.
“Lima tahun setelah didirikan pada 2020, PTPA masih kesulitan menemukan peran yang berarti dalam dunia tenis. Maka, keputusan mereka untuk menempuh jalur hukum saat ini bukanlah hal yang mengejutkan. Kami dengan tegas menolak klaim PTPA, menganggap gugatan ini sama sekali tidak berdasar, dan akan membela posisi kami dengan penuh semangat. ATP tetap berkomitmen untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, stabilitas finansial, serta masa depan terbaik bagi pemain, turnamen, dan penggemar,” tutup pernyataan tersebut.
WTA juga menegaskan komitmen mereka terhadap olahraga ini, dengan menyebut bahwa tindakan hukum yang diambil PTPA “sangat disayangkan dan keliru, dan kami akan mempertahankan posisi kami dengan tegas pada waktunya nanti.”
Sementara itu, ITIA menegaskan bahwa olahraga memerlukan program anti-doping dan anti-korupsi yang kuat serta menyatakan kebanggaan mereka dalam menjaga integritas tenis.
“ITIA berkomitmen menegakkan standar tertinggi dalam pekerjaan kami, mengikuti praktik terbaik serta aturan yang berlaku dalam seluruh proses, mulai dari pengumpulan intelijen hingga investigasi, serta pemberian sanksi jika diperlukan.”
“Kami terus membuka ruang dialog dengan semua pihak dalam komunitas tenis—termasuk pemain, pelatih, staf pendukung, ofisial, serta media—untuk membangun kepercayaan terhadap program anti-doping dan anti-korupsi di dunia tenis,” tambah mereka.
Selain Djokovic dan Pospisil, dewan eksekutif PTPA yang terdiri dari tujuh anggota juga mencakup Hubert Hurkacz, Ons Jabeur, Bethanie Mattek-Sands, Taylor Townsend, dan Zheng Saisai.
Beberapa pemain lainnya juga bergabung dalam gugatan ini, termasuk Nick Kyrgios (Australia), Varvara Gracheva (Prancis), serta Reilly Opelka (Amerika Serikat) yang mengajukan kasus di AS. Sementara itu, Corentin Moutet (Prancis) dan Taro Daniel (Jepang) mengajukan gugatan di Inggris.
Berita Trending
- 1 Polresta Pontianak siapkan 7 posko pengamanan Idul Fitri
- 2 Pemko Pekanbaru Tetap Pantau Kebutuhan Warga Terdampak Banjir
- 3 Produktivitas RI 10 Persen di Bawah Rata-Rata Negara ASEAN
- 4 RPP Keamanan Pangan Digodok, Bapanas Siap Dukung Prosesnya
- 5 BEI Catat Ada 25 Perusahaan Beraset Besar Antre IPO di Pasar Modal, Apa Saja?
Berita Terkini
-
Jepang Percaya Diri Atasi Bahrain
-
Tahun Ini, PTP Nonpetikemas Berkomitmen Tingkatkan Produktivitas
-
Pastikan Hasil Panen Terserap Maksimal, Tani Merdeka Gandeng Bulog Jatim
-
Melampaui Batas, Mengukir Kepemimpinan Perempuan yang Berdaya dan Berpengaruh
-
PGN Area Cilegon Pastikan Layanan Gas Bumi Aman Selama Ramadan