Sejarah Yogyakarta dari Masa ke Masa
- Yogyakarta
- Museum Benteng Vredeburg
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan situs sejarah penting yang saat ini sedang dalam proses revitalisasi. Bangunan yang kokoh dan bernilai, berbagai koleksinya bercerita tentang peristiwa di masa lalu yang terjadi di Yogyakarta.

Ket. Ruang pameran diorama.
Doc: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta
Riwayatnya dimulai dari 1760 pasca Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755. Tidak lama setelah Raden Mas Sujana setelah dewasa bergelar Pangeran Mangkubumi mulai membangun Keraton Yogyakarta di wilayah hutan Pabringan dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) meminta diizinkan mendirikan benteng pertahanan.
Lokasinya sangat strategis di perempatan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Dari benteng ini tembakan meriam yang diluncurkan dari selekoh atau bastion bisa langsung menjangkau keraton kesultanan di sebelah selatannya.
Dengan demikian Benteng Vredeburg menjadi bangunan kolonial pertama yang dibangun dengan bantuan Sultan Hamengkubuwono I. Edukator Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Noibenia Gendrit, mengatakan bahwa benteng yang oleh orang Jawa disebut Loji Gede ini memiliki bentuk segi empat.
"Di beberapa sudutnya memiliki selekoh atau lebih populer dengan nama bastion, yaitu sudut atau penjuru yang dibangun menjorok keluar pada dinding benteng," kata dia.
Dari bastion ini pihak yang berada di dalam benteng dapat menembakkan artileri. Setiap bastion Benteng Vredeburg yang masing-masing sudutnya diberi nama sendiri-sendiri oleh sultan. Untuk Sudut barat laut diberi nama Jayawisesa, sudut timur laut Jayapurusa, sudut barat daya Jayaprakosaning dan sudut tenggara Jayaprayitna.
Dalam program revitalisasi, bastion tenggara akan dibuat kafe dengan nama Rustenburg, mengingatkan pada nama lama benteng ini. Kafe ini diharapkan dapat memfasilitasi dan memancang para pengunjung generasi muda untuk nongkrong di dalamnya benteng.
Anda mungkin tertarik:
Benteng yang dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu juga dikelilingi oleh sebuah parit atau jagang dalam bahasa Jawa. Sayangnya parit ini telah tertutup sehingga tidak dapat dilihat lagi terutama pada bagian timur yang telah menjadi bangunan dan utara yang menjadi area parkir Pasar Beringharjo.
"Pada periode 1765-1830, ada parit yang mengelilingi benteng. Tapi setelah 1830 jagang sebagai sarana pertahanan dipandang tidak penting lagi dan hanya difungsikan sebagai sarana pembuangan air saja," kata Nobenia.
Bekas parit di sebelah barat bentang kini sedang dibangun air mancur menari (dancing fountain). Fasilitas yang yang berada di luar benteng dan dekat dengan pintu masing akan bergerak diselaraskan dengan tiga lagu yang diputar.
Untuk masuk ke Benteng Vredeburg saat ini sedang dibangun pintu masuk dari sebelah selatan. Namun dari sini pengunjung diarahkan ke pintu gerbang di sebelah barat atau sebelah timur yang juga memiliki loket untuk tiket masuk.
"Pintu gerbang bagian barat memiliki dua tingkat sedangkan bagian timur hanya satu tingkat yang juga memiliki loket tiket sendiri. Inilah perbedaannya," terang dia.
Yang menarik di dalam bentang terdapat 23 bangunan yang dibangun dalam masa pemerintahan yang berbeda. Ketika masuk dari pintu barat pengunjung disambut dua bangunan pengapit. Gedung C1 misalnya merupakan bangunan bergaya Yunani masa renaissance yang dipadukan dengan arsitektur Jawa terutama pada atap limasannya.
Dalam buku panduan Museum Benteng Vredeburg (2019), Gedung C1 dulunya pernah menjadi ruang tahanan khusus. Saat ini bangunan termegah di kompleks benteng ini menjadi ruang bagi pengenalan museum. Bangunan lainnya adalah Gedung F yang pernah menjadi menjadi ruang fasilitas umum dan rumah sakit.
Sedangkan Gedung I merupakan gudang tempat penyimpanan mesiu. Lokasinya berada di sudut tenggara bentang jauh dari tempat tinggal yang berada di sisi utara. Selama proses revitalisasi tempat ini digunakan sebagai tempat menyimpan koleksi museum yang jumlahnya mencapai sekitar 7.000 buah.
Di dalam benteng ada empat gedung terutama yang memiliki dimensi panjang digunakan sebagai ruang pameran. Ruang pameran diorama I sampai dengan ruang pameran diorama IV. Ruang pameran diorama I menempati bangunan M3 bekas perumahan perwira selatan I.
"Ruang pameran diorama II menempati bangunan M1 dan M2 bekas perumahan perwira utara I dan II. Ruang pameran diorama III menempati bangunan E lantai I bekas barak prajurit utara. Ruang pameran diorama IV menempati bangunan G lantai I bekas bangunan societeit," kata Noibenia.
Benteng Vredeburg memiliki 55 diorama. Diorama pertama menceritakan riwayat perjuangan Pangeran Diponegoro di Gua Selarong di Dusun Kembang Putih, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, pada Juli 1825.
Museum Benteng Vredeburg memiliki 14 koleksi lukisan, salah satunya adalah lukisan karya Frans Hartono, seorang anggota tentara pelajar dengan judul Pertempuran Pleton Aliadi dalam penghadangan patroli Belanda di Kayunan. Peristiwa yang terjadi pada Mei 1949 ini menewaskan empat prajurit Belanda.
Koleksi lainnya adalah 5 maket, 8 peta, 3 miniatur, 6 patung, 32 benda realia, 12 benda replika, 11 foto, dan 4 film dokumenter. Yang menarik adanya miniatur kapal yang digunakan pimpinan armada Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman. Rombongan empat kapal ini berangkat dari Tassel pada 21 Maret 1595, dan mendarat di Banten pada 22 Juni 1596.
Mendaratnya Houtman di menjadi cikal bakal penjajahan Belanda di Indonesia. Pada 1602, di Banten telah berdiri empat loji milik Belanda. Keberadaan VOC berhasil mengganggu perdagangan Portugis yang sebelumnya memonopoli perdagangan di Nusantara. Sehingga, dapat dikatakan bahwa dalam waktu sekitar lima tahun sejak pendaratan Cornelis de Houtman di Banten, Belanda telah memulai penjajahan di Indonesia. hay/I-1