SEATO Aliansi Pertahanan yang Kini Tinggal Kenangan
Foto: istimewaDi Asia tenggara pernah berdiri aliansi pertahanan bernama Southeast Asia Treaty Organization (SEATO). Organisasi ini bertujuan membendung ideologi komunis di kawasan Asia tenggara.
Seperti di Eropa, di Asia tenggara juga pernah memiliki organisasi aliansi pertahanan kolektif. Uniknya meski disebut sebagai Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) atau Pakta Pertahanan Asia Tenggara, namun anggotanya kebanyakan bukan berasal dari kawasan ini.
Perjanjian tentang keanggotaan SEATO yang ditandatangani pada pada September 1954 di Manila, Filipina. Anggotanya terdiri dari Amerika Serikat (AS), Prancis, Inggris Raya, New Zealand, Australia dan Pakistan. Sementara itu anggota dari wilayah Asia tenggara hanya Filipina dan Thailand.
Secara formal SEATO didirikan pada 19 Februari 1955 pada pertemuan mitra perjanjian di Bangkok, Thailand. Kota ini sekaligus menjadi tempat bagi markas besar organisasi yang bertujuan menghalangi pengaruh komunis lebih lanjut di Asia tenggara.
Organisasi ini dibentuk sebagai bagian dari Doktrin Truman Amerika (1915) untuk menciptakan perjanjian pertahanan bilateral dan kolektif antikomunis yang melahirkan perang dingin. Kekhawatiran AS terhadap komunisme saat itu dibayangi meluasnya ideologi itu.
Di Semenajung Korea, komunisme menciptakan Perang Korea (1950-1953) yang memecah Korea menjadi dua negara sampai sekarang. Perang tersebut menunjukkan Republik Rakyat Tiongkok sanggup melakukan intervensi di negara tetangganya itu.
Sementara di Vietnam berdiri pemerintahan komunis Republik Demokratik Rakyat Vietnam (DRVN) yang juga memenangkan Perang Indocina Pertama (1946-1954). Perang ini terjadi antara antara Prancis yang dibantu oleh Vietnam Selatan melawan Viet Minh, dipimpin oleh Ho Chi Minh dan Vo Nguyen Giap.
Melihat apa yang terjadi, diplomat AS dan pakar Soviet, George F Kennan, memunculkan ide untuk membentuk SEATO. Ide itu disambut oleh Presiden AS, Dwight D Eisenhower, dan Menlu John Foster Dulles, yang kemudian mendorong pembentukan aliansi pertahanan itu. Agendanya memperluas konsep pertahanan kolektif antikomunis ke Asia tenggara.
Sementara Wakil Presiden AS saat itu, Richard Nixon, mengusulkan SEATO setara dengan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) di Asia setelah kembali dari lawatan di Asia pada akhir 1953. Kekuatan militer masing-masing anggota dikoordinasikan untuk menyediakan pertahanan kolektif bagi negara-negara anggota.
Secara organisasi, SEATO dipimpin oleh sekretaris jenderal yang mulai dibentuk pada 1957 pada pertemuan di Canberra. Pertemuan ini adalah perwakilan dari negara-negara anggota dan staf internasional. Hadir pula komite ekonomi, keamanan, dan informasi.
Bertindak sebagai Sekjen pertama SEATO adalah Pote Sarasin, seorang diplomat dan politisi Thailand yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Thailand untuk AS antara 1952 hingga 1957. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand dari September 1957 hingga 1 Januari 1958.
Bendung Komunisme
Tidak seperti aliansi NATO, SEATO tidak memiliki komando gabungan dengan kekuatan tetap. Sementara protokol tanggapan SEATO dalam hal komunisme tidak jelas dan tidak efektif karena hanya menghadirkan bahaya bersama bagi negara-negara anggota, meskipun keanggotaan dalam aliansi SEATO memberikan alasan untuk intervensi militer AS skala besar di wilayah tersebut selama Vietnam Perang (1955-1975).
Bagi Thailand, SEATO sangat penting karena negara yang berbatasan langsung negara-negara Indocina seperti Laos dan Kamboja, dimana perkembangan komunisme berlangsung cukup pesat.
Sementara Filipina bergabung dengan SEATO bukan hanya karena memiliki hubungan dengan AS. Negara ini juga khawatir akan terjadinya pemberontakan komunis yang sedang berkembang di bagian tengah dan selatan negeri itu dan kemungkinan dapat mengancam kekuasaan pemerintah.
"Birma dan Indonesia sama-sama lebih memilih untuk menjaga netralitas daripada bergabung dengan organisasi tersebut. Malaya (Malaysia saat ini) merasa secara politis sulit untuk memberikan dukungan formal kepada organisasi tersebut, meskipun melalui hubungannya dengan Inggris Raya, negara itu mengetahui perkembangan-perkembangan penting," tulis laman Kementerian Luar Negeri AS.
Bagi Prancis, bergabungnya dengan SEATO karena wilayah Indocina meliputi Vietnam, Laos, dan Kamboja merupakan bagian dari bekas koloni. Sedangkan Pakistan, daya tarik pakta tersebut adalah potensi untuk menerima dukungan dalam perjuangannya melawan India, meski wilayahnya ini jauh dari Asia tenggara.
Para pejabat AS saat itu percaya bahwa Asia tenggara merupakan perbatasan penting dalam perang melawan ekspansi komunis. Oleh karenanya para anggota aliansi memandang SEATO sebagai hal penting bagi kebijakan pertahanan melawan dalam perang melawan komunisme secara global.
Gagal Menjalankan Perannya
Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) beroperasi dengan mengambil dana iuran dari para anggotanya. Uang iuran yang dibayarkan dipakai untuk mendanai anggaran sipil dan militer sepanjang 1958 dan 1973, ketika organisasi ini begitu aktif membendung pengaruh komunis.
Amerika Serikat (AS) memiliki persentase sumbangan sebesar 24 persen, Inggris Raya 16 persen, Prancis 13,5 persen, Australia 13,5 persen, Pakistan 8 pesen, Filipina 8 persen, Thailand 8 persen dan New Zealand 8 persen. Uang iuran anggota ini banyak digunakan untuk kegiatan militer.
Dengan berubahnya ancaman komunis di Asia yang tidak lagi menggunakan kekuatan senjata seperti yang terjadi di negara Indocina sebelumnya serta dengan banyak melakukan propaganda subversi secara internal, maka SEATO bekerja dengan memperkuat fondasi ekonomi. Standar hidup masyarakat di negara-negara Asia tenggara anggota aliansi ditingkatkan, agar tidak lagi menjadi sasaran empuk.
Bantuan di Thailand digunakan untuk mendirikan Sekolah Pascasarjana Teknik SEATO sekarang Institut Teknologi Asia di Thailand untuk melatih para insinyur. Organisasi ini juga mensponsori pembentukan Pusat Pengembangan Guru di Bangkok, serta Sekolah Pelatihan Teknis Militer Thailand, yang menawarkan program teknis untuk pengawas dan pekerja.
Di Pakistan dan Thailand pada 1959, SEATO mendirikan Laboratorium Penelitian Kolera. Organisasi ini juga mendukung Penghargaan Sastra SEATO yang diciptakan oleh para penulis dari negara-negara anggota.
SEATO mensponsori berbagai pertemuan dan pameran tentang topik budaya, agama dan sejarah. Negara-negara anggota non-Asia yang tergabung mensponsori beasiswa untuk sarjana Asia tenggara. Di luar aktivitas ini, AS menggunakan organisasi untuk menolak menyatukan kembali kembali Vietnam Utara dan Vietnam Selatan yang komunis.
Ketika konflik di Vietnam berlangsung, dimasukkannya Vietnam sebagai wilayah di bawah perlindungan SEATO memberi AS kerangka hukum untuk keterlibatannya yang berkelanjutan di sana. Namun pada saat perang Vietnam, organisasi tersebut tampaknya tidak berdaya karena keterlibatannya ditolak karena kurangnya kerja sama Inggris dan Prancis.
Untuk mengatasi masalah yang terkait dengan gerakan gerilya dan pemberontakan lokal yang melanda Vietnam setelah Prancis meninggalkan bekas jajahannya, perjanjian pertahanan SEATO hanya meminta konsultasi, sehingga setiap negara harus bereaksi secara individual terhadap ancaman internal.
Tidak seperti Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), SEATO tidak memiliki mekanisme independen untuk memperoleh intelijen atau mengerahkan pasukan militer, sehingga potensi aksi kolektif tentu terbatas.
SEATO tidak dapat melakukan intervensi dalam konflik di Laos karena Prancis dan Inggris menolak penggunaan aksi militer. Akibatnya, AS memberikan dukungan sepihak untuk Laos setelah 1962.
Selain itu, karena hanya beranggotakan tiga negara Asia, SEATO dicurigai sebagai bentuk kolonialisme barat baru. "Kesulitan linguistik dan budaya di antara negara-negara anggota juga memperparah masalahnya, sehingga sulit bagi SEATO untuk mencapai banyak tujuannya," demikian tulis laman Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Pada awal 1970-an, para anggota SEATO mulai menarik diri dari organisasi. Baik Pakistan maupun Prancis tidak mendukung intervensi AS di Vietnam, dan kedua negara menarik diri dari organisasi tersebut pada awal 1970-an.
Pakistan secara resmi meninggalkan SEATO pada 1973. Apalagi organisasi tersebut gagal memberikan bantuan dalam konflik yang sedang berlangsung melawan India, sebagai tujuan awal bergabungnya negara itu ke aliansi pertahanan itu.
Relevansi SEATO semakin pudar ketika Perang Vietnam berakhir pada 1975, menyusul kekalahan AS, meski perang ini kemudian menyatukan Vietnam Utara dan Selatan dalam negara komunis.
Berakhirnya perang Vietnam ini ini merupakan alasan paling menonjol bagi keberadaan SEATO. Apalagi komunisme juga berhasil menang di Laos dan Kamboja pada 1975.
Tepat pada 30 Juli 1977 di markas besar organisasi yang berada di Bangkok, SEATO secara resmi dibubarkan.
Sejarawan menganggap Pakta Manila itu gagal dalam mengembang fungsinya. Dalam Konferensi Jenewa pada 1954 tentang Indocina, Sir James Cable, seorang diplomat dan ahli strategi angkatan laut, menggambarkan SEATO sebagai "macan kerta dalam kebun binatang. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Tiongkok Temukan Padi Abadi, Tanam Sekali Panen 8 Kali
- 2 Cegah Jatuh Korban, Jalur Evakuasi Segera Disiapkan untuk Warga Sekitar Gunung Dempo
- 3 BKD Banten Periksa Pejabat Kesbangpol Buntut Spanduk Kontroversial
- 4 Ratusan Pemantau Pemilu Asing Tertarik Lihat Langsung Persaingan Luluk-Khofifah-Risma
- 5 Dharma-Kun Berjanji Akan Bebaskan Pajak untuk Pengemudi Taksi dan Ojek Online
Berita Terkini
- Jay Idzes Bermain Penuh Ketika Venezia Ditaklukkan Lecce 0-1
- Kapal Turis Tenggelam di Laut Merah, 28 Korban Berhasil Diselamatkan
- Wan-Bissaka Cetak Gol Perdana, West Ham Tundukkan Newcastle 2-0
- Menperin Agus Gumiwang Sebut Proposal Apple Belum Memenuhi 4 Aspek Berkeadilan
- Negara Berkembang Perlu Pendanaan Iklim yang Tidak Membebani Ekonomi