Sanitasi yang Layak dan Akses Air Bersih Kunci Cegah Stunting
Pemaparan hasil riset oleg Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) yang bertajuk Memahami Stunting dari Inti, di Jakarta pada hari Kamis (19/9). Riset ini mengungkap stunting bukan masalah kekurangan nutrisi semata, namun terkait dengan sanitasi yang layak dan akses terhadap air bersih.
Foto: Haryo Brono/Koran JakartaJAKARTA - Kajian terbaru mengungkapkan bahwa sanitasi yang layak dan akses terhadap air bersih menjadi faktor inti dalam pencegahan stunting pada anak-anak. Temuan ini diperoleh lewat kajian ilmiah Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) yang bertajuk Memahami Stunting dari Inti, di Jakarta pada hari Kamis (19/9).
Dalam sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh para peneliti kedokteran komunitas di FKI, terlihat jelas bahwa daerah dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki akses sanitasi yang baik.
Menurut Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F Moeloek, kajian FKI lewat studi literatur dan analisis data keluarga risiko stunting BKKBN menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk serta sanitasi yang jelek di lingkungan keluarga meningkatkan risiko stunting hampir 1,5 kali.
"Fakta tersebut diperoleh dengan analisis mendalam lewat systematic review dan uji skala prioritas melalui pendekatan community diagnosis yang belum banyak diimplementasikan dalam kebijakan kesehatan Indonesia," ujar dia pada kesempatan tersebut.
Menurut Nila Moeloek, "Kajian FKI ini menemukan bahwa pencegahan stunting memang tidak bisa hanya fokus pada intervensi gizi semata, tetapi untuk jangka panjang, agar pencegahan stunting optimal maka sanitasi lingkungan dan akses air bersih juga harus mendapat fokus lebih."
"Sanitasi buruk menyebabkan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi, seperti diare, yang mengganggu penyerapan nutrisi dan memperparah kondisi malnutrisi. Itu sebabnya akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sangat penting untuk memastikan anak-anak tumbuh sehat dan terbebas dari stunting," ujar Nila yang merupakan Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.
Menurut tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, bersama peneliti kedokteran komunitas dr. Levina Chandra Khoe, MPH, dan Ir. Wahyu Handayani, kajian FKI. Mereka mengidentifikasi tiga faktor kunci yang sangat berdampak besar untuk mencegah stunting dalam jangka panjang.
"Tiga faktor kunci dimaksud adalah penurunan anemia (lewat skrining, optimasi intervensi tablet tambah darah dan nutrisi lain), peningkatan akses dan kualitas sanitasi dan air minum/air bersih dan peningkatan kualitas ANC", ujar Ray yang merupakan peneliti kedokteran komunitas FKUI ini.
Ditambahkan Dr Ray Wagiu Basrowi, melalui systematic review mendalam, Tim FKI juga menemukan bahwa terdapat hasil yang konsisten dari sejumlah penelitian skala besar tentang anemia pada ibu meningkatkan risiko stunting hingga 2,3 kali lebih besar.
"Sehingga intervensi skrining anemia di komunitas, posyandu dan layanan primer, mengoptimalkan intake zat besi, baik itu tablet tambah darah maupun asupan nutrisi sumber protein dan zat besi harus jadi intervensi prioritas pada ibu hamil agar stunting bisa dicegah secara berkelanjutan," ujarnya.
Dampaknya untuk Indonesia
Stunting kondisi anak yang tumbuh lebih pendek dari standar usianya karena kekurangan gizi kronis tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan makanan bergizi. Lebih jauh dari itu juga terkait erat dengan lingkungan hidup yang tidak sehat.
Stunting telah menjadi salah satu isu kesehatan serius di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 21,6 persen anak di bawah usia lima tahun di Indonesia masih mengalami stunting. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif, prestasi pendidikan, dan produktivitas ekonomi di masa depan.
"Kami menyerukan kolaborasi lintas sektor yang lebih kuat, terutama di daerah-daerah terpencil, untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki akses ke air bersih dan sanitasi yang layak," tambah Nila Moeloek.
"Temuan ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mempercepat implementasi kebijakan dan program yang memperbaiki kondisi sanitasi di seluruh wilayah Indonesia," lanjutnya.
Dr Ray menegaskan, studi tersebut menekankan pentingnya peningkatan akses air bersih dan air minum serta sanitasi yang layak sebagai bagian dari solusi komprehensif dalam mengatasi stunting di Indonesia. Penting mengoptimalkan skrining dan pencegahan anemia seperti intervensi pemberian tablet besi atau asupan gizi sumber protein dan zat besi.
"Upaya terintegrasi ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata dalam menurunkan prevalensi stunting dan menciptakan generasi mendatang yang lebih sehat dan produktif," ujar dia.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional