Rupiah Masih Tertekan Jelang Akhir Pekan
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Sentimen prospek kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) masih dominan mempengaruhi pergerakan rupiah di pasar uang.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi melihat tanda-tanda inflasi AS yang kuat telah memicu ketidakpastian atas pemotongan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (The Fed) di masa mendatang. Data inflasi indeks harga konsumen AS terbaca sesuai dengan ekspektasi untuk Oktober lalu, tetapi masih menunjukkan inflasi tetap kuat.
“Pembacaan tersebut masih memacu taruhan pada pemotongan suku bunga Desember oleh Federal Reserve, prospek suku bunga jangka panjang menjadi lebih tidak pasti, terutama dalam menghadapi kebijakan yang berpotensi inflasi di bawah Trump,” ujar Ibrahim dalam risetnya Kamis (14/11).
Di sisi lain, Ibrahim menuturkan investor menunggu lebih banyak langkah stimulus di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok akan menguraikan lebih banyak langkah stimulus selama dua pertemuan politik utama pada Desember mendatang.
Dengan asumsi tersebut, Ibrahim memproyeksikan kurs rupiah terhadap dollar AS dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Jumat (15/11), bergerak fluktuatif, namun ditutup melemah di kisaran 15.850-15.950 rupiah per dollar AS.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada perdagangan, Kamis (14/11) sore, ditutup melemah 78 poin atau 0,49 persen dari sehari sebelumnya menjadi 15.862 rupiah per dollar AS. Pelemahan terjadi di tengah ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed atau Fed Funds Rate (FFR).
“Pelaku pasar masih optimis The Fed akan menurunkan bunga 25 basis poin pada pertemuan Desember,” kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova di Jakarta.
Rully menuturkan pada semester I-2025, The Fed diperkirakan hanya akan menurunkan FFR sebanyak dua kali dari sebelumnya empat kali.
Pelemahan Rupiah dipengaruhi oleh faktor penguatan indeks dollar AS dan data inflasi AS yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi tahunan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS Oktober 2024 sebesar 2,6 persen, dan 0,3 persen secara bulanan.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai depresiasi yang cukup dalam dari sebagian besar mata uang global disebabkan oleh kekhawatiran investor global terkait arah dari kebijakan The Fed.
Berita Trending
- 1 Wanita 50 Tahun Berikan Kisah Inspiratif untuk Berwirausaha
- 2 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 3 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 4 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya
- 5 Klasemen Liga Jerman: Bayern Muenchen Masih di Puncak
Berita Terkini
- Aktor Korea Park Min-jae Meninggal Dunia Karena Serangan Jantung
- Trump Ancam Hamas Agar Bebaskan Sandera Sebelum Pelantikannya
- Pasca OTT, KPK Segel Ruang Kerja Pj Wali Kota Pekanbaru
- Bank Mandiri Gelar Kongsi-Kongsi 2024, Ada Susi Pudjiastuti di Sesi Inspirasi Bisnis
- KPU Depok Umumkan Supian-Chandra Menang Pilkada 2024