Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penggunaan robot sangat dibutuhkan dalam menjalankan operasi rumit atau presisi tinggi. Robot otonom yang bekerja sendiri, berhasil menyambungkan usus babi yang perlu akurasi dan konsistensi tinggi.

Robot Otonom Mampu Lakukan Bedah Tersulit

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini operasi atau bedah dengan menggunakan robot (robotic surgery) sudah banyak dilakukan di banyak negara termasuk Indonesia. Teknologi robot memiliki gerakan lebih halus, gerakan umpan balik lebih terkendali dibandingkan dengan memakai tangan manusia.
Selain itu, pembedahan dilakukan dengan sistem komputer, menawarkan keuntungan pada waktu yang singkat, pengurangan efek pendarahan, rasa nyeri pasca operasi lebih ringan, dan penyembuhan lebih cepat.
Namun demikian operasi robotik tersebut masih belum sepenuhnya dikerjakan oleh sistem robotik. Pengambilan keputusan dalam proses pembedahan masih tetap dilakukan oleh dokter ahli.
Namun sebuah robot dengan nama Smart Tissue Autonomous Robot (STAR) dari Johns Hopkins University sangat berbeda. Robot tersebut berhasil melakukan operasi laparoskopi pada jaringan lunak babi tanpa panduan tangan manusia. Percobaan ini menjadi sebuah langkah signifikan dalam robotika menuju operasi otomatis penuh pada manusia.
Operasi laparoskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut tanpa melakukan pembedahan besar. Walaupun awalnya adalah prosedur ginekologi, laparoskopi semakin sering digunakan dalam pembedahan cabang lain.
Dalam laporan yang diterbitkan pada jurnal Science Robotics, STAR berhasil melakukan operasi menyambungkan dua usus babi. Operasi seperti ini disebut termasuk paling rumit dan sulit dilakukan oleh dokter bedah.
"Temuan kami menunjukkan bahwa kami dapat mengotomatiskan salah satu tugas paling rumit dan sulit dalam operasi yaitu penyambungan kembali dua ujung usus," kata penulis senior Axel Krieger, asisten profesor teknik mesin di Sekolah Teknik Whiting Johns Hopkins, seperti dikutip Science Daily.
"STAR melakukan prosedur pada empat hewan dan menghasilkan hasil yang jauh lebih baik daripada manusia dengan melakukan prosedur yang sama," imbuh dia.
Krieger menjelaskan, robot lebih unggul dalam anastomosis usus. Prosedur ini membutuhkan gerakan berulang dan presisi tingkat tinggi. Menghubungkan dua ujung usus bisa dibilang merupakan langkah paling menantang dalam operasi gastrointestinal.
Pada proses penyambungan usus umumnya membutuhkan ahli bedah untuk menjahit dengan akurasi dan konsistensi yang tinggi. "Getaran tangan sekecil apa pun atau jahitan yang salah tempat dapat menyebabkan kebocoran yang dapat menyebabkan komplikasi yang fatal bagi pasien," kata dia.
Percobaan Krieger yang dilakukan di Rumah Sakit Nasional Anak di Washington DC, dilakukan atas kerja sama dengan Jin Kang, seorang profesor teknik elektro dan komputer Johns Hopkins. Ia membantu menciptakan robot, dengan sistem panduan penglihatan yang dirancang khusus untuk menjahit jaringan lunak.
Iterasi atau sifat tertentu dari program komputer merupakan bagian dari pengembangan model 2016. Namun hasil pemrograman baru berhasil membuat terobosan dengan kemampuan memperbaiki usus babi secara akurat, meski masih tetap membutuhkan sayatan besar untuk mengakses usus.

Intervensi Minimal
Agar robot dapat bekerja otonom dan presisi bedah yang yang lebih baik tim membekali dengan fitur-fitur baru yang canggih. Peningkatan kemampuan ini termasuk pada alat jahit khusus dan sistem pencitraan canggih yang memberikan visualisasi yang lebih akurat pada bidang bedah.
"Operasi jaringan lunak sangat sulit bagi robot karena sifatnya yang tidak dapat diprediksi, memaksa mereka untuk dapat beradaptasi dengan cepat untuk menangani rintangan yang tidak terduga," kata Krieger.
STAR memiliki sistem kontrol baru yang dapat menyesuaikan rencana pembedahan secara real time, seperti yang dilakukan oleh ahli bedah manusia. "Apa yang membuat STAR istimewa adalah bahwa ini adalah sistem robotik pertama yang merencanakan, mengadaptasi, dan melaksanakan rencana bedah di jaringan lunak dengan intervensi manusia yang minimal," kata Krieger.
Endoskopi tiga dimensi berbasis struktural-ringan dan algoritma pelacakan berbasis pembelajaran mesin yang dikembangkan oleh Kang dan murid-muridnya memandu STAR. "Kami percaya sistem visi mesin tiga dimensi yang canggih sangat penting dalam membuat robot bedah cerdas lebih cerdas dan lebih aman," kata Kang.
Saat bidang medis bergerak ke arah pendekatan yang lebih laparoskopi atau tanpa perlu pembedahan besar dalam operasi. Dengan sistem robot yang otomatis tersebut kata Krieger dapat membantu keberhasilan prosedur operasi yang sulit.
"Anastomosis robotik adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa tugas bedah yang membutuhkan presisi tinggi dan pengulangan dapat dilakukan dengan lebih akurat dan presisi pada setiap pasien terlepas dari keterampilan ahli bedah," kata Krieger.
Menurut dia sistem bedah otonom yang didukung oleh National Institute of Biomedical Imaging and Bioengineering dari National Institutes of Health akan menghasilkan pendekatan bedah yang demokratis untuk perawatan pasien dengan hasil pasien yang lebih dapat diprediksi dan konsisten. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top