Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Religiusitas dan Budaya Demokrasi

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Publik menyadari bahwa politik adu religiusitas yang ditunjukkan oleh para kontestan politik merupakan pola komunikasi visual yang sama sekali kontraproduktif dengan arah pembelajaran politik yang diharapkan publik. Kontestasi politik harusnya memberi literasi kepada publik untuk melihat secara objektif siapa yang pantas untuk dipilih tentunya dengan didasarkan pada aspek intelektualitas, loyalitas, kredibilitas, profesionalitas, dan akuntabilitas, yang semuanya dapat dibaca sekaligus dalam sebuah "narasi politik" yang ditawarkan kepada publik.

Dan sekali lagi bukan pada pokok bahasan, siapa yang paling religius. Porsi ini tentunya bukan kemudian dinegasikan, akan tetapi pertarungan Pemilu adalah pertarungan politik untuk melihat sosok yang memiliki kemampuan untuk memimpin negara dengan mendasarkan pada kriteria mendasar diatas, dan tentu akan lebih baik jika kecakapan personal didukung oleh watak religius.

Kita harus memahami dengan benar, bahwa agama dan negara, atau perilaku religi menjadi dasar bangsa ini membangun kehidupan bernegara. Hal tersebut sangat jelas terlihat dalam Pembukaan UUD 1945, dimana sebagai bangsa kita sepakat untuk mendasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai jalan keridhoan untuk menjalankan pemerintahan, dalam diskursus yang lebih makro kita bisa menyebutkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kajian yang menarik dilakukan oleh Saiful Mujani (2007), dalam bukunya "Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Paska Orede Baru" yang mencoba memberikan gambaran perihal relasi agama dengan partisipasi politik. Dikatakannya menurut Wuthnow (1999, 334) bahwa "anggota-anggota gereja yang aktif akan cenderung diperkenalkan pada ajaran agama seperti bagaimana mencintai sesama dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.......".

Pun, pada kesempatan yang sama dengan dilatarbelakangi studi keagamaan di negara Brasil dan Korea Selatan yang mengilustrasikan bahwa agama dapat memberikan kontribusi positif bagi demokrasi dan partisipasi politik. McDonough, Shin, dan Moises (1998) dalam Saiful Mujani mengatakan "agama menjadi faktor penggerak demokrasi; ia tidak hanya mendorong, tapi juga menjadi salah satu faktur utama bagi aksi kolektif"
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top