Reformasi Fokus pada Administrasi dan Kebijakan Perpajakan
Foto: istimewaJAKARTA - Pemerintah terus mendorong refromasi perpajakan, baik dari sisi administrasi maupun kebijakan. Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pajak terhadap masyarakat dan penerimaan negara.
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, berharap sistem inti administrasi perpajakan atau core tax yang baru dapat digunakan dengan baik mulai 2024. "Jadi, kami terus berupaya memperbaiki sistem administrasi, proses bisnis, termasuk kami dalam tahap sedang melakukan pembangunan sistem inti administrasi perpajakan (core tax) yang baru," kata Suryo dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (27/8).
Sistem administrasi inti yang ada saat ini tetap dapat digunakan sampai 2024. Suryo berharap para akuntan terinformasi dengan baik terkait perubahan ini. Menurut Suryo, perbaikan core tax merupakan bagian dari reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan situasi setelah penyebaran Covid-19.
"Kami coba mengatasi pandemi dalam rangka terus berupaya melakukan perbaikan pelayanan supaya masyarakat dan wajib pajak dimudahkan," kata Suryo.
Di samping mereformasi sisi administrasi, pemerintah juga mereformasi kebijakan perpajakan melalui pembuatan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Suryo mengatakan RUU itu juga akan mengatur terkait pemajakan transaksi digital lintas negara. Diharapkan pembahasan pembagian hak pemajakan antarnegara terkait transaksi lintas negara yang memanfaatkan platform digital oleh OECD dapat selesai pada akhir 2021.
Selain itu, RUU KUP juga akan mengatur pemajakan emisi karbon yang disepakati secara internasional untuk dikurangi.
Kepastian RUU KUP
Terkait RUU KUP, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai dibutuhkan upaya untuk memastikan kelanjutan rancangan regulasi itu menjadi kunci dalam mendorong penerimaan pajak tahun depan.
"Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan upaya lain sembari menunggu selesainya pembahasan RUU KUP bersama DPR RI seperti mendorong proses intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak," kata Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, di Jakarta, Jumat (27/8).
Dia menjelaskan hal tersebut dapat dilakukan dengan memeriksa kembali data para wajib pajak untuk memastikan telah dilaporkan dan dibayarkan kewajibannya dengan baik dan benar. Tak hanya itu, proses intensifikasi juga dapat dilakukan kepada wajib pajak yang menggunakan database pada program tax amnesty yang telah dilakukan pada 2016.
Sementara dalam langkah ekstensifikasi, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mendorong penerimaan pajak dari beberapa sumber penerimaan baru, seperti wealth tax maupun carbon tax. "Kedua pendekatan ini banyak digunakan negara lain dalam mendorong penerimaan negara khususnya setelah pandemi selesai," ujarnya.
Dia menambahkan upaya untuk mendorong penerimaan pajak yang dalam RAPBN 2022 ditargetkan sebesar 1.262,9 triliun rupiah juga dapat dilakukan melalui perbaikan administrasi perpajakan.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara, Muchamad Ismail
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Nelayan Jangan Melaut, BMKG: Siklon 98S Picu Gelombang Tinggi di Jatim dan Bali
- Tiongkok Sampaikan Dukacita Atas Kecelakaan Pesawat Jeju Air
- Serbia Hukum Penjara 14 Tahun Ayah dari Remaja yang Bunuh Teman-temannya di Sekolah
- Pecat Pelatih Fonseca, AC Milan Tunjuk Conceicao
- Mantan Dirjen ESDM Didakwa Terlibat dan Terima Uang di Kasus Timah