Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Rasionalkah Percaya pada Intuisi? Simak Penjelasan Ahli Saraf

Foto : The Conversation/Valerie van Mulukom

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Intuisi atau firasat juga merupakan hasil dari banyak proses yang terjadi di otak.

Valerie van Mulukom, Oxford Brookes University

Bayangkan seorang direktur perusahaan besar mengumumkan sebuah keputusan penting dan menjustifikasinya dengan hanya berdasarkan intuisi. Hal ini akan disambut dengan ketidakpercayaan - bukankah keputusan penting harus dipikirkan dengan hati-hati, sengaja dan rasional?

Memang, mengandalkan intuisi pada umumnya memiliki reputasi yang buruk, terutama di bagian Barat dunia, tempat pemikiran analitik telah terus dipromosikan selama beberapa dekade terakhir. Secara bertahap, banyak orang berpikir bahwa manusia telah berkembang dari mengandalkan pemikiran primitif, magis, dan religius menjadi pemikiran analitis dan ilmiah. Akibatnya, mereka memandang emosi dan intuisi sebagai alat yang keliru, bahkan aneh.

Namun, sikap ini didasarkan pada mitos kemajuan kognitif. Emosi sebenarnya bukanlah respons bodoh yang selalu harus diabaikan atau bahkan dikoreksi oleh kemampuan rasional. Emosi adalah penilaian terhadap apa yang baru saja dialami atau dipikirkan - dalam hal ini, emosi juga merupakan bentuk pemrosesan informasi.

Intuisi atau firasat juga merupakan hasil dari banyak proses yang terjadi di otak. Penelitian menunjukkan bahwa otak adalah mesin prediktif yang besar, yang secara konstan membandingkan informasi sensorik yang masuk dan pengalaman saat ini dengan pengetahuan yang tersimpan dan ingatan tentang pengalaman sebelumnya, dan memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya. Hal ini dijelaskan oleh para ilmuwan sebagai "kerangka kerja pemrosesan prediktif".
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top