Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Rantai Transisi Demografi

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Sulit

Jika melihat fakta sekarang, target tersebut memang sulit tercapai. Banyak sepakat bahwa terpangkasnya peran BKKBN di tingkat kabupaten/ kota sebagai penyebab utama. Kelembagaan di tingkat kabupaten/ kota tidak seragam nama dan nomenklaturnya. Dukungan APBD pun minim karena isu demografi dianggap kurang menguntungkan secara politis. Hasilnya tidak instan karena baru terlihat dalam jangka panjang.

Di sisi lain, isu perkawinan anak tak kunjung teratasi. Unicef menyebut, tiga dekade terakhir, penurunan prevalensinya kurang dari setengah dan tergolong lambat. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-7 dunia. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia berada di posisi ke-2 setelah Kamboja. Sedangkan berdasarkan Susenas 2015, kurang lebih satu dari lima perempuan pernah kawin, usia 20-24 menikah sebelum 18 tahun. Ini otomatis pendidikannya pun rendah. Mereka kebanyakan lulusan SD atau SMP.

Jika terus dibiarkan, beban negara semakin berat dengan beragam risiko seperti belum siap sistem reproduksinya, kematian ibu, hingga makin tingginya kelahiran. Khusus bagi anak perempuan, potensi dalam diri tidak bisa berkembang. Kesempatan sekolah hilang karena sibuk urusan rumah tangga. Kondisi ini pun bukan pilihan karena terpaksa. Secara ekonomi, Bank Dunia menyebutkan, kerugian akibat pernikahan dini mencapai triliunan dollas AS pada tahun 2030 jika tidak segera teratasi.

Permintaan KB yang tidak terpenuhi juga masih menjadi tantangan ke depan. Tercatat, total 11,4 persen wanita usia subur ingin menghentikan (6,9 persen) atau menjarangkan (4,5 persen) kelahiran, tanpa kontrasepsi. Ini menyebabkan risiko melahirkan anak yang tidak dikehendaki dan direncanakan. Jika terjadi pada kelompok miskin atau rentan miskin, makin mengkhawatirkan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top