Pemerintah Kurang Sensitif, Sudah Tahu Konsumsi Melemah, Tetapi PPN Tetap Naik
Profesor Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat menegaskan, meskipun berupaya memaklumi alasan pemerintah bahwa kenaikan PPN tetapi sebetulnya "timing"-nya kurang tepat
Foto: istimewaJAKARTA-Profesor Ekonomi Bisnis, Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat mengakui sulit menerima alasan pemerintah menaikan tarif PPN (pajak pertambahan nilai) menjadi 12 persen sebab, kondisi konsumsi rumah tangga saat ini terus melemah.
Meskipun berupaya memaklumi alasan pemerintah bahwa kenaikan PPN ini bukan kebijakan pemerintahan saat ini, tetapi bagian dari UU harmonisasi peraturan perpajakan di Indonesia di tahun 2021 lalu naik pada 2022 dan secara bertahap juga naik pada Januari 2025 adalah amanat UU pajak, tetapi sebetulnya "timing"-nya kurang tepat.
“Kita lihat saja, ketika pertumbuhan ekonomi kita di 2024 mulai kuartal I ke kuartal III itu bukan cenderung menguat justru cenderung menurun. Di kuartal I pertumbuhan ekonomi kita cuma 5,11 persen, lalu di kuartal II menurun lagi di 5,05 persen, kemudian di kuartal III menurun lagi tinggal 4,9 persen saja. Kita tidak tahu di kuartal IV ini akan seperti apa, tetapi menurut saya, ini menunjukkan kurang sensitifnya pemerintah,” tegas Rosdiana.
Pemerintah, menurutnya, tidak jeli mengantisipasi dampak dari kenaikan PPN itu di tahun mendatang. Sebab idealnya kalau menaikkan PPN, mesti melihat salah satu faktor yang sangat penting dalam perekonomian kita, yaitu konsumsi rumah tangga. “Nah, konsumsi rumah tangga itu akan langsung terdampak ketika PPN naik menjadi 12 persen, sementara kemungkinan pertumbuhan ekonomi kita semakin menurun karena konsumsi rumah tangga yang melemah oleh kenaikan PPN. Pemerintah, lanjutnya, tidak melihat faktor ini dan cenderung ambil kemudahan dari administrasi, menaikkan di awal tahun,” tegasnya lagi.
Memang, kata dia, pemerintah menyiapkan bansos untuk 16 juta penduduk Indonesia, tetapi itu hanya dua bulan saja berupa bantuan beras kemudian subsidi listrik di bawah 2.200 VA (volt ampere), tetapi setelah dua bulan seperti apa daya beli masyarakat.
Kebetulan nanti setelah dua bulan itu berlalu, akan masuk bulan Ramadan lalu diikuti Hari Raya Idul Fitri, di mana di bulan seperti ini biasanya pembelian agregat terhadap barang dan jasa akan meningkat kemudian nanti daya beli kalau tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan riil akan turun. “Jadi, di sinilah kurang sensitifnya atau kurang tepatnya timing,” paparnya lagi.
Seharusnya katanya lagi, disiapkan dulu kebijakan yang bisa menopang memperkuat daya beli, yang membuat kondisi bisnis tetap berdaya saing tinggi. Jangan sampai pengangguran meningkat dan kemiskinan bertambah akibat kenaikan pajak ini. Walau bagaimanapun ini juga berkaitan dengan daya saing bisnis.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan rencana penambahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bisa diterapkan jika kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil. Esther dalam perbincangan di
Jakarta, Rabu (25/12), mengatakan rencana kenaikan tarif PPN sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi 12 persen dari 11 persen jangan sampai mendistorsi faktor-faktor pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
“Menurut Teori Laffer, ekonomi tumbuh dulu baru tax revenue akan meningkat. Bukan tarif pajak dinaikkan maka ekonomi tumbuh,” katanya.
Menurut Esther, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 perlu dikaji dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan prospek ekonomi domestik. Jika setelah ditimbang, terdapat kesimpulan bahwa kenaikan PPN dirasa kurang tepat, maka pemerintah perlu realistis untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dari 11 persen. “Intinya, political will dan itu bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” katanya
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 3 Arsenal Berambisi Lanjutkan Tren Kemenangan di Boxing Day
- 4 Gerak Cepat, Pemkot Surabaya Gunakan Truk Tangki Sedot Banjir
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik
Berita Terkini
- Primitive Monkey Noose Aransemen Ulang Lagu "Biarlah Terjadi" Milik Gede Robi Navicula
- Siap Tayang 9 Januari 2025, Film “Ketindihan” Hadirkan Mitos Jin Pengganggu Tidur
- Selama Libur Nataru, Ditjen Hubdat Tindak Bus Tak Laik Jalan
- Percepat Swasembada Pangan, 130.000 Ha Lahan Pertanian Lampung Dibangun Irigasi
- Ronaldo Sebut Gelar Ballon d'Or 2024 untuk Rodri Tidak Adil