Minggu, 22 Des 2024, 07:50 WIB

Kenaikan PPN Bakal Melemahkan Konsumsi, Waspadai Banyaknya PHK

Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng mengatakan, PPN ini walaupun ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang pokok, tetapi barang pokok yang dimaksud terikat dengan barang lain yang tidak dikecualikan dan membentuk harga barang pokok pada ujungnya

Foto: istimewa

JAKARTA-Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng mengatakan, kebijakan mengenakan PPN (pajak pertambahan nilai) 12 persen banyak ditentang oleh masyarakat karena akan semakin melemahkan daya beli, melemahkan konsumsi dan melemahkan pertumbuhan ekonomi. 

"PPN ini berwatak sapu rata, walaupun ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang pokok, tetapi barang pokok yang dimaksud terikat dengan barang lain yang tidak dikecualikan dan membentuk harga barang pokok pada ujungnya. Itulah beratnya PPN bagi rakyat. Langsung dijepit sana sini,"tegas Daeng.

Adanya pernyataan bank dunia yang mengkritik kebijakan PPN 12 persen menururnya tidak diperhatikan. "Bank dunia mengatakan baru baru ini bahwa masalah pajak di Indonesia adalah efisiensi dalam pemungutannya yang rendah dan ketidak- patuhan. Ini adalah indikasi korupsi luas dalam penerimaan negara,"ucap Daeng

Kebijakan menaikkan PPN 12 persen itu menurutnya murni hanya kepentingan sektoral menteri keuangan yang ingin menambal kegagalan mereka dalam menambah penerimaan negara. "Kemenkeu melakukan langkah instan tanpa melakukan usaha yang serius dalam membenahi ke dalam kementerian. Banyak kasus di kementerian keuangan terutama kasus pencucian uang belum selesai,"tandas Daeng

Kemenkeu juga membuat APBN Indonesia tersandera oleh utang pemerintah kepada BI (Bank Indonesia). Akibatnya, sekarang terjadi perlombaan antara pemerintah dan BI dalam menjual surat utang dalam menutupi utang masing masing. 

Ada indikasi pelemahan rupiah dimaksudkan untuk kepentingan para eksportir komoditas sumber daya alam (SDA) untuk terus mengurangi setoran riel mereka kepada negara baik dalam bentuk royalti, pajak maupun pungutan ekspor. Perusahaan komoditas memperoleh pendapatan dalam dolar namun membayar kewajiban kepads negara dengan rupiah. Pelemahan kurs bisa menjadi strategi yang efektif untuk oligarki SDA.

Kembali terkait kenaikan PPN ini, Salamudin menilai adanya potensi PHK (pemutusan hubunhan kerja) seiring dengan kenaikan PPN, apalagi selama ini sebelum ada kenaikan saja sudah banyak pabrik yang tutup.

Ketua DPR Puan Maharani mengkhawatirkan adanya potensi gelombang pemutusan PHK buntut keputusan pemerintah yang akan memberlakukan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Dirinya yakink kenaikan tersebut akan berdampak pada sektor usaha. Imbasnya, industri manufaktur, UMKM, dan sektor padat karya akan turun akibat penurunan daya beli masyarakat.

"Pada akhirnya roda ekonomi di sektor riil berpotensi melambat yang dikhawatirkan memicu gelombang PHK di tahun-tahun mendatang," kata Puan.

Apalagi papar dia, sektor padat karya seperti industri tekstil sudah mengalami pelemahan selama beberapa waktu terakhir. Semoga kenaikan PPN ini tidak memperparah keadaan,"ungkapnya

Kenaikan PPN memang dikecualikan bagi barang-barang kebutuhan pokok (sembako) seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, serta jasa pendidikan dan kesehatan.

Namun, diprediksi kenaikan tetap akan terjadi karena efek turunan dan interkonektivitas rantai pasok pangan yang membebani pengusaha. Sebab PPN bersifat multistage tax atau dikenakan ke setiap jenjang rantai produksi dan distribusi.

Tak hanya Puan dan Daeng, dari kalangan mahasiswa juga menolak rencana ini. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan sedang berlonsolidasi untuk menggelar demonstrasi secara serempat menolak PPN 12 persen.

Jaga Daya Beli

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan bahwa Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.

Menkeu menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12% yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian.

“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (16/12). 

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: