Poktan Wonorejo Kudus ingin jadi penghasil mangga terbesar di Jateng
Ruhiyat, Kepala Seksi Wilayah I dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Sosial (kanan) akan melakukan penanam pohon didampingi Ketua Kelompok Tani Wonorejo Mashuri, di Desa Gondoharum, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/2).
Foto: ANTARA/Budhi SantosoSemarang -- Kelompok Tani Wonorejo yang ikut program hutan kemasyarakatan dengan menanam pohon mangga, di Bukit Patiayam, Desa Gondoharum, Kabupaten Kudus, bertekad menjadi penghasil mangga terbesar di Jawa Tengah (Jateng).
"Tahun lalu panen mangga mencapai 30 ton dan tahun ini diperkirakan minimal panen 60 ton. Kalau 300 hektare mangga semua sudah berbuah, maka bisa jadi terbesar di Jateng," kata Ketua Kelompok Tani Wonorejo Mashuri, di Desa Gondoharum, Kudus, Jateng, Rabu.
Ia mengaku, kelompoknya mengikuti program hutan kemasyarakatan sejak tahun 2017, dan 2020 mulai budi daya mangga dengan bibit bantuan.
Dia mengatakan, Kelompok Tani Wonorejo yang mempunyai 337 anggota mendapat izin hutan pemasyarakatan seluas 300 hektare kawasan hutan di Bukit Patiayam. Saat ini, pihaknya sudah menanam 25.000 pohon di lahan seluas 250 hektare.
Dia bermimpi untuk menjadikan Bukit Patiayam sebagai kawasan wisata agroforestri saat semua mangga dan tanaman lain berbuah, sehingga wisatawan dapat ikut panen hasil hutan.
Ia menjelaskan dari bibit bantuan yaitu mangga, alpukat, nangka, duren dan petai, ternyata hanya mangga yang paling bagus berkembang dengan tingkat hidup 97 persen, sementara durian tingkat hidupnya hanya 20 persen.
"Petani bersemangat menanam mangga yang relatif biaya perawatannya jauh lebih murah dibanding jagung yang sebelumnya menjadi tanaman favorit petani di sini," katanya pula.
Ia mengungkapkan, panen pertama sebanyak 30 ton mangga yang dijual senilai Rp210 juta lebih itu (harga di petani Rp7.000 per kilogram) telah merangsang petani lain yang menggarap lahan di Bukit Patiayam itu untuk beralih ke budi daya mangga.
Dia mengungkapkan, hijaunya Bukit Patiayam membuat suasana menjadi sejuk, mulai sering muncul kabut, serta menstabilkan debit enam mata air di sekitar hutan.
"Sekarang ini masyarakat desa sudah tidak lagi sulit air," katanya.
Ruhiyat, Kepala Seksi Wilayah I dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Sosial, mengatakan, Kelompok Tani Wonorejo dianggap berhasil dalam menjalankan program hutan pemasyarakatan karena selain berhasil menghijaukan bukit dengan tanaman keras juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani setempat.
Ia menjelaskan sekitar 50 persen kawasan hutan yang dulunya gundul sekarang sudah menghijau, dan hijaunya hutan itu sudah mampu menjaga keberadaan mata air yang ada di sekitarnya.
Menurut dia, ada tiga pengelolaan dalam program perhutanan masyarakat yaitu pengelolaan kawasan, pengelolaan kelembagaan, dan pengelolaan usaha.
"Jadi selain mendukung kelestarian lingkungan, juga mampu meningkatkan kualitas kelembagaan petani dan kesejahteraan petani," katanya lagi.
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Rilis Poster Baru, Film Horor Pabrik Gula Akan Tayang Lebaran 2025
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- 5 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal