Impact Investing, Investasi untuk Turut Selamatkan Bumi
Acara Dialog PERSpektif ‘Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi’ menghadirkan sejumlah tokoh pro keberlanjutan yang diadakan di pada hari Rabu (5/2).
Foto: IstimewaJAKARTA- Di tengah semakin gentingnya krisis iklim global, investasi berdampak (impact investment) muncul sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia. Berbeda dengan investasi konvensional yang berorientasi pada keuntungan finansial semata, investasi berdampak menitikberatkan pada aspek lingkungan dan sosial.
Seorang investor berdampak akan mendanai bisnis yang tidak hanya memperhatikan dampak lingkungannya, tetapi juga secara aktif menitikberatkan kontribusi usahanya dalam menciptakan perubahan positif. Hal ini mendorong tumbuhnya kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) yang berperan penting dalam mewujudkan keberlanjutan ekonomi dan lingkungan di Indonesia.
Topik tersebut menjadi bahan perbincangan yang hangat di acara Dialog PERSpektif: “Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi. Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?” yang diadakan di Jakarta pada hari Rabu (5/2). Dari diskusi panel untuk jurnalis ini, khalayak mendapatkan wawasan bahwa jika dijalankan optimal, investasi berdampak dapat menjembatani kepentingan bisnis berorientasi profit dengan tujuan keberlanjutan lingkungan.
Dengan meningkatnya tantangan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya laut, dan pengelolaan limbah, investasi yang mendukung solusi berkelanjutan menjadi semakin mendesak. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, dampak negatif terhadap lingkungan akan semakin sulit dikendalikan.
Indonesia pernah dikenal sebagai paru-paru dunia berkat luasnya hutan hujan tropis yang dimiliki. Namun, dalam periode 2021-2022, Indonesia kehilangan lebih dari 1.000 kilometer persegi hutan akibat deforestasi. Selain itu, sektor perikanan mengalami kerugian hingga 26 juta ton ikan per tahun akibat praktik penangkapan ilegal.
Ironisnya, Indonesia juga menjadi salah satu penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia. Di tingkat global, peningkatan emisi karbon yang terus berlangsung semakin memperburuk situasi dan berisiko menyebabkan pemanasan global melebihi 1,5 derajat Celcius.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas bisnis terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Dessi Yuliana, Praktisi Lingkungan dan CEO Carbon X, dalam diskusi panel Dialog PERSpektif tersebut menyoroti adanya pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian produk.
“Saat ini telat terjadi pergeseran fokus di masyarakat, terutama pada generasi muda, berupa peningkatan kesadaran dampak sosial dan lingkungan. Dengan begitu, terdapat dorongan kuat dari pasar agar perusahaan tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan dan berkontribusi aktif dalam solusi permasalahan lingkungan mulai dari pengelolaan limbah dan kebijakan-kebijakan yang diambil industri dalam kegiatan operasionalnya,” ujar Dessi pada kesempatan tersebut.
Dessi Yuliana juga mengakui terjadi peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak aktivitas bisnis yang tidak bertanggung jawab. Hal ini ternyata mendorong perubahan nyata dalam skala besar dan lintas sektor.
“Pasar lokal maupun global menuntut perusahaan agar tidak sekadar mengejar profit, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan serta berperan aktif mengatasi masalah lingkungan. Investor didorong untuk memastikan setiap aktivitas bisnis yang didukung telah menerapkan prinsip yang bertanggung jawab, juga berdampak jangka panjang untuk perbaikan lingkungan dan masyarakat,” papar Dessi.
Investasi berdampak sendiri memang mengalami peningkatan di Indonesia. Mengacu data Global Impact Investing Network (GIIN), total aset yang dikelola lewat impact investing di seluruh dunia saat ini sudah lebih dari 1,1 triliun dollar AS (16.927,9 triliun rupiah).
Sementara Indonesia sendiri menjadi salah satu pasar yang paling aktif untuk investasi berdampak dengan catatan berhasil menarik investasi sebesar 1,5 miliar dollar AS (23,08 triliun rupiah). Nilai investasi yang fantastis ini masih belum cukup untuk mengatasi kebutuhan sosial dan lingkungan yang meningkat di Indonesia.
Petrus Gunarso Pengamat Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Business Development Advisor PT Transportasi Gas Indonesia menyebut inti dari Investasi berdampak adalah investasi yang memang ditujukan bagi proyek atau perusahaan yang menciptakan dampak sosial-lingkungan yang terukur, berfokus pada keuntungan sosial dan atau lingkungan, serta mendatangkan keuntungan finansial.
“Pada praktiknya, investasi berdampak mengarahkan modal ke perusahaan, organisasi, dan proyek yang menangani tantangan kritis seperti energi terbarukan, perumahan terjangkau, akses kesehatan, pertanian, hingga kehutanan berkelanjutan,” tutur Petrus, yang merupakan tokoh penganjur keberlanjutan sejak tahap paling awal.
Kewirausahaan Sosial untuk Menjawab Tantangan dan Skema Bisnis Berkelanjutan.
Menyikapi tantangan ini, kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) menjadi salah satu jawaban untuk membuka jalan ke arah baru. Fikri Syaryadi, Praktisi Investasi Berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund mengakui maraknya investasi berdampak, membuka peluang tumbuhnya juga kewirausahaan sosial di Indonesia.
“Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental pendirian bisnis mulai dari inovasi ide, tata kelola keuangan, hingga produk akhir yang bertujuan mengatasi isu sosial-lingkungan di masyarakat yang terjadi secara struktural maupun kultural,” jelas Fikri.
Salah satu tantangan utama pengembangkan kewirausahaan sosial adalah keterbatasan pendanaan. Banyak investor beranggapan model bisnis ini sulit menghasilkan profit dan dampak sosialnya sulit diukur. Di sinilah investasi berdampak berperan dalam mendukung pertumbuhan kewirausahaan sosial. Investasi ini dapat diterapkan di berbagai sektor seperti agrikultur, kehutanan, pengelolaan limbah, dan perikanan. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, peluang untuk menerapkan skema investasi berdampak dalam sektor-sektor tersebut sangat besar.
“Kewirausahaan sosial muncul sebagai bentuk inovasi jangka panjang sebagai solusi masalah lingkungan dan sosial, yang berasal dari sektor swasta maupun masyarakat, dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Namun, perubahan skala besar dan jangka panjang ini tidak mudah dan tidak murah untuk direalisasikan,” lanjut Fikri.
Untuk mengoptimalkan potensi investasi berdampak di Indonesia, diperlukan infrastruktur dan ekosistem yang mendukung. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan keuangan berkelanjutan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ SDGs dan transisi menuju Net Zero Emission tahun 2060. Panduannya adalah Climate Risk Management & Scenario Analysis 2024 untuk mengidentifikasi peluang dan risiko krisis iklim serta bagaimana menghadapinya.
Prinsip ESG juga telah diadopsi oleh Indonesia Investment Authority sebagai lembaga pengelola investasi di Indonesia untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dengan fokus pada 12 area termasuk pengelolaan limbah, emisi sumber energi, dampak ekologis, hingga pelibatan komunitas. Dengan adanya kebijakan yang lebih jelas dan terarah, investasi berdampak diharapkan dapat semakin berkembang dan menarik lebih banyak investor.
Investasi berdampak sering kali dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang dengan imbal hasil yang cenderung lebih lambat dibandingkan investasi konvensional. Rizky Wisnoentoro, Ketua Program Studi Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia, pada kesempatan yang sama menyebutnya sebagai ‘pengorbanan’ yang harus dilakukan.
“Sebaiknya selalu diingatkan bahwa investasi berdampak memberikan peluang bagi investor untuk membangun reputasi dan kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mitra bisnis, konsumen, dan masyarakat luas dalam mencapai target SDG di Indonesia,” ujar Rizky WIsnoentoro.
Rizky juga memaparkan pentingnya penentuan target yang tepat dan terukur untuk memastikan bahwa perubahaan yang diupayakan tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini terutama masyarakat terdampak.
“Sayangnya, ini juga yang menjadi tantangan bagi investor dan pelaku bisnis untuk mengukur apakah perubahan pada indikator tertentu benar-benar diakibatkan oleh investasi atau perusahaan yang terlibat. Dengan menentukan target dan skala dari dampak yang ingin dihasilkan, investor dapat mencari “anchor study” untuk menjadi estimasi keuntungan finansial’ dari dampak sosial,“ papar Rizky Wisnoentoro.
Investasi berdampak telah lama dilakukan beberapa negara di Eropa. Laporan dari Konsorsium Investasi Berdampak Eropa memperkirakan bahwa dalam kurun waktu 2022-2024, investasi berdampak pada aset-aset yang tidak terdaftar oleh investor swasta Eropa dan Inggris telah mencapai rekor tertinggi sebesar 190 miliar Euro yang sebelumnya berada di angka 80 miliar Euro.
Hampir separuh modal mengalir ke luar Inggris dan Eropa. Jika prospeknya terus didalami, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memimpin pasar impact investing di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan Investing in Women, Indonesia terlibat dalam 20 persen kesepakatan investasi berdampak di Asia Tenggara pada 2020-2022, menurun dari 30 persen pada periode 2017-2019 dengan 90 kesepakatan berdampak.
Fikri Syaryadi menyampaikan harapannya atas perkembangan investasi berdampak. Keberlanjutan diharapkan lebih dari sekadar slogan, tetapi benar-benar terwujud melalui pengembangan impact investing di Indonesia.
Meskipun keberlanjutan lingkungan dan bisnis yang berfokus pada profit sering dianggap bertentangan, kini semakin banyak investasi yang mendukung pelaku usaha dan model bisnis dengan dampak positif yang nyata.
Dengan semakin banyaknya investasi berdampak yang tercatat, Indonesia diharapkan dapat menjadi contoh di Asia Tenggara sebagai pemimpin dalam investasi berdampak serta menjadi "anchor study" bagi negara-negara tetangga.”
“Investasi ini perlu diperluas agar social entrepreneurship dapat diterapkan lebih luas di berbagai sektor. Perubahan ini membuka peluang baru bagi pelaku usaha, baik bagi investor yang beralih menjadi investor berdampak, maupun bagi calon pengusaha untuk mewujudkan inovasi mereka,” lanjut Fikri Syaryadi.
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Rilis Poster Baru, Film Horor Pabrik Gula Akan Tayang Lebaran 2025
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- 5 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal