Senin, 23 Des 2024, 01:00 WIB

Perludem Nilai Tingginya Permohonan Sengketa Pilkada 2024 Tunjukkan Kalau Ada Masalah

PSU di Kampung Poom, Distrik Poom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, Senin (2/12).

Foto: ANTARA/HO-KPU Papua

JAKARTA - Sebanyak 312 permohonan sengketa permohonan perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau sengketa Pilkada 2024 masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Jumlah tersebut merupakan rekapitulasi yang diambil dari situs resmi MK per Jumat (20/12) pukul 16.00 WIB. “Dari data itu ditemukan bahwa ada 312 permohonan, yang itu berasal dari pemilu bupati, wali kota, dan gubernur,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ajid Fuad Muzaki dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Minggu (22/12).

Dia lantas merinci bahwa dari jumlah tersebut permohonan terbanyak berasal dari sengketa pemilihan bupati, dengan permohonan berjumlah 241 perkara atau 77,2 persen dari total permohonan.

Permohonan terbanyak selanjutnya kemudian berasal dari sengketa pemilihan wali kota sebesar 49 perkara (15,7 persen). Lalu, permohonan yang paling sedikit adalah sengketa pemilihan gubernur sebesar 22 perkara (7,1 persen). “Ini jumlah yang cukup banyak ya sebenarnya,” ucapnya.

Dia menyebut banyaknya permohonan sengketa Pilkada 2024 yang diajukan ke MK menunjukkan tingginya perhatian dan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi, serta menunjukkan bahwa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKADA) menjadi tahapan yang cukup penting untuk menjaga integritas dan keadilan dalam pilkada.

“Namun tingginya perkara ini juga bisa diartikan ada permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024, baik dari sisi pelaksanaan, administrasi, maupun pengawasan, yang kemudian berpengaruh pada persepsi publik terhadap keadilan hasil pilkada,” kata dia.

Ada Ketidakpuasan

Perludem juga mencatat ada delapan permohonan sengketa pilkada yang diajukan ke MK dari wilayah dengan kontestan calon tunggal pada Pilkada 2024. Jumlah tersebut berasal dari 37 daerah dengan kontestan pasangan calon tunggal pada Pilkada 2024.

“Ada delapan perkara itu yang terkait dengan calon tunggal,” kata Ajid Fuad.

Dia lantas merinci bahwa delapan perkara tersebut tersebar di tujuh daerah dengan calon tunggal yang menghadapi kotak kosong pada Pilkada 2024. Jumlah perkara tersebut terdiri dari Kabupaten Empat Lawang sebanyak dua perkara. Kemudian, Gresik, Kota Tarakan, Bintan, Pasangkayu, Ogan Ilir, dan Nias Utara masing-masing satu perkara sengketa Pilkada 2024 di MK.

Dia menyebut semua perkara-perkara sengketa Pilkada 2024 itu diajukan ke MK oleh masyarakat maupun pemantau.

Menurut dia, gugatan sengketa Pilkada 2024 di daerah dengan calon tunggal itu menunjukkan bahwa meskipun calon tunggal dianggap kuat, namun ada kelompok yang merasa dirugikan oleh sistem atau proses pilkada yang dianggap tidak inklusif dan tidak adil.

Sementara itu, sengketa Pilkada 2024 yang masuk ke MK berdasarkan asal pemohonnya paling banyak diajukan oleh pasangan calon, yakni sebanyak 287 perkara (91,99 persen). Adapun, jumlah perkara sengketa Pilkada 2024 yang diajukan oleh pemohon yang berasal dari masyarakat ada sebanyak 16 perkara atau (5,45 persen), dan pemantau sebanyak delapan perkara (2,56 persen).

Perludem juga mencatat permohonan sengketa Pilkada 2024 paling banyak diajukan ke MK berasal dari wilayah Indonesia bagian timur. “Wilayah paling tinggi permohonan PHPKADA ini berasal dari wilayah Indonesia Timur,” jelasnya.

Dia menyebut dari 10 besar provinsi dengan permohonan sengketa Pilkada 2024 tertinggi yang masuk ke MK, tujuh provinsi di antaranya merupakan wilayah di Indonesia bagian timur. “Yang tidak berasal dari Indonesia timur cuma Jawa Timur, kemudian Sumatera Utara, sama Sumatera Barat,” ujarnya.

Di mana, urutan tiga teratas ditempati oleh Papua Tengah sebanyak 20 perkara, lalu Maluku Utara sebanyak 19 perkara, dan Papua sebanyak 18 perkara. Lalu urutan selanjutnya secara berturut-turut ditempati oleh Provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Papua Pegunungan, Papua Barat, dan Maluku.

Sementara itu, dia menuturkan wilayah dengan jumlah perkara sengketa Pilkada 2024 yang paling sedikit diajukan ke MK ialah Provinsi Kalimantan Barat (satu perkara), NTB (satu perkara), dan Kaltara (dua perkara).

Adapun, tambah dia, terdapat dua provinsi yang tidak memiliki permohonan sengketa Pilkada 2024 di MK, yakni DI Yogyakarta dan Bali. 

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: