Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 23 Jan 2025, 13:21 WIB

Pemanasan Laut 2024 Cetak Rekor Lagi, 2 Misteri Perlu Segera Dipecahkan

Banyak wilayah dunia lebih hangat dari rata-rata 1991-2020 pada 2024, termasuk area laut yang luas.

Foto: The Conversation
Annalisa Bracco, Georgia Institute of Technology

Pemanasan global turut membuat laut menghangat.

Tahun lalu, 2024, suhu laut global mencatatkan rekor terpanas, melampaui catatan sebelumnya pada 2023. Faktanya, ketika pencatatan suhu laut menggunakan satelit dimulai sejak 1984, setiap dekade selalu terekam lebih hangat dari dekade sebelumnya.  

Laut yang lebih hangat meningkatkan penguapan, menghasilkan hujan lebih lebat di beberapa wilayah dan kekeringan di wilayah lain. Pemanasan membuat badai lebih kuat dan hujan lebih deras, serta merusak ekosistem laut pesisir dan kehidupan laut. Terumbu karang, misalnya, mengalami pemutihan terluas sepanjang sejarah pada 2024.  

Hangatnya air laut juga memengaruhi suhu di daratan dengan mengubah pola cuaca. Lembaga meteorologi Uni Eropa, Copernicus, pada 10 Januari mengumumkan bahwa 2024 juga memecahkan rekor sebagai tahun terpanas secara global. Angkanya sekitar 1,6° C lebih tinggi dibandingkan era praindustri.

Ini adalah kali pertama suhu rata-rata global melebihi batas 1,5°C dalam satu tahun kalender penuh. Negara-negara dunia telah menyepakati untuk menghindari batasan suhu tersebut dalam jangka panjang.  

           

Perubahan iklim secara umum menjadi penyebab utama. Gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer menjebak panas di Bumi. Sialnya, sekitar 90% kelebihan panas akibat emisi dari pembakaran bahan bakar fosil kemudian diserap oleh laut.  

Namun, suhu laut dalam dua tahun terakhir sebenarnya telah jauh melampaui dekade sebelumnya. Ini menciptakan dua misteri bagi ilmuwan: apakah ada faktor lain yang berkontribusi pada pemanasan laut tak terduga; dan apakah ini tanda pemanasan global semakin cepat.

Bukan hanya El Niño

Pola iklim siklikal dari El Niño Southern Oscillation (ENSO) menjelaskan sebagian dari hangatnya suhu Bumi selama dua tahun terakhir.

Selama periode El Niño, perairan hangat yang biasanya terkumpul di Pasifik Barat berpindah ke timur menuju garis pantai Peru dan Chili. Ini menyebabkan suhu global sedikit lebih hangat.  


            

Namun ternyata, laut bahkan lebih hangat daripada yang diperkirakan ilmuwan. Suhu global 2023-2024 mengikuti pola serupa dengan El Niño 2015-2016, tetapi lebih tinggi sekitar 0,2°C.  

Para ilmuwan kini menghadapi dua pertanyaan besar: adakah faktor lain yang memicu pemanasan tak terduga ini? Apakah dua tahun terakhir menjadi tanda pemanasan global melonjak?

Peran Aerosol

Salah satu hipotesis menarik yang diuji dengan model iklim adalah: pengurangan aerosol secara cepat dalam satu dekade terakhir mungkin menjadi penyebab kenaikan suhu laut.

Aerosol adalah partikel padat dan cair yang dilepaskan dari sumber manusia maupun alam ke atmosfer. Beberapa aerosol dapat mengurangi dampak gas rumah kaca dengan memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa. Namun, aerosol juga menjadi penyebab buruknya kualitas udara dan pencemaran udara.

Banyak aerosol yang bersifat mendinginkan dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Contohnya adalah aerosol sulfur yang dilepaskan oleh mesin kapal dan pembangkit listrik. Pada 2020, industri pelayaran memotong emisi sulfur hingga 80% dengan beralih ke bahan bakar rendah sulfur. Dampak lebih besar juga muncul dari pengurangan emisi pembangkit listrik, termasuk langkah besar yang dilakukan di Cina.

Teknologi memang berhasil mengurangi laju emisi yang berbahaya dari kapal dan pembangkit listrik. Namun, di sisi lain, upaya itu juga melemahkan rem yang memperlambat laju pemanasan.

Apakah ini lonjakan pemanasan?

Teka-teki kedua adalah apakah Bumi sedang mengalami lonjakan pemanasan.

Suhu Bumi memang terus meningkat, tetapi dua tahun terakhir belum cukup panas untuk mendukung anggapan adanya percepatan laju pemanasan global.

Analisis empat rangkaian data suhu selama 1850-2023 menunjukkan bahwa laju pemanasan tidak mengalami perubahan signifikan sejak sekitar tahun 1970-an. Namun, para peneliti yang sama menekankan bahwa secara statistik, hanya kenaikan laju setidaknya 55% (sekitar 0,5°C) selama setahun yang dapat terdeteksi sebagai percepatan pemanasan.

Dari sudut pandang statistik, ilmuwan belum bisa mengecualikan kemungkinan bahwa rekor pemanasan laut 2023-2024 berasal dari tren pemanasan “biasa” akibat aktivitas manusia selama 50 tahun terakhir. Apalagi, fenomena El Niño turut berkontribusi di dalamnya.  

Namun, dari sudut pandang praktis, dampak luar biasa yang disaksikan planet ini: cuaca ekstrem, gelombang panas, kebakaran hutan, pemutihan karang, dan kehancuran ekosistem, menegaskan bahwa kita memerlukan pengurangan emisi karbon dioksida secara cepat untuk membatasi pemanasan laut. Hal ini terlepas dari apakah pemanasan tahun ini merupakan bagian dari tren yang sedang berlangsung ataupun suatu lonjakan.  

Artikel ini telah diperbarui dengan data suhu global tahun 2024 dari Copernicus Climate Change Service.The Conversation

Annalisa Bracco, Professor of Ocean and Climate Dynamics, Georgia Institute of Technology

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Redaktur: -

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.