Perlindungan terhadap Petani masih Minim
Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ - KORAN JAKARTA/ONESJAKARTA - Keberpihakan pemerintah terhadap nasib para petani dinilai belum optimal. Hal itu tecermin pada masih banyaknya petani yang masuk dalam kelompok masyarakat yang miskin dan rentan miskin.
Perlindungan bagi petani yang masih minim itu terlihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Juli 2021 sebesar 103,48 atau turun 0,11 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.
Kepala BPS, Margo Yuwono, melalui keterangan pers secara daring di Jakarta, Senin (2/8), mengatakan penurunan NTP karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,03 persen, lebih rendah dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,14 persen.
Pada saat bersamaan, Margo mengatakan terjadi kenaikan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Indonesia sebesar 0,14 persen yang disebabkan oleh kenaikan indeks pada seluruh kelompok pengeluaran, terutama kelompok makanan, minuman, dan tembakau. "Secara nasional, NTP Januari-Juli 2021 sebesar 103,29 dengan nilai It sebesar 111,21 sedangkan Ib sebesar 107,67," kata Margo.
NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Adapun Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Juli 2021 sebesar 103,77 atau turun 0,10 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
"NTP Provinsi Riau mengalami penurunan terbesar 2,29 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan tertinggi 2,58 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya," kata Margo.
Panen Raya
Menanggapi penurunan NTP, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan nasib petani sangat miris karena pemerintah tak kunjung memberi perlindungan kepada mereka. Penurunan itu terjadi bersamaan dengan masa panen raya kedua, Juli-Agustus, di mana harga gabah di tingkat petani turun. "Memang secara teori ketika supply meningkat, harga turun, tetapi seharusnya pemerintah hadir mengintervensi untuk memastikan harga stabil," kata Nailul.
Meskipun masih di atas 100 atau untung sedikit, namun belum ideal, apalagi yang mengalami penurunan NTP adalah petani tanaman pangan. "Dengan kenaikan yang diterima lebih rendah dibanding indeks harga yang dibayar, mengindikasikan daya beli petani relatif lebih rendah," katanya.
Sementara itu, kebutuhan untuk rumah tangga petani meningkat lebih cepat dibandingkan pemasukan petani. NTP tanaman pangan sendiri masih di bawah 100, artinya petani tanaman pangan masih merugi.
Hal itu didasarkan pada harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang turun 5,17 persen, begitu juga dengan gabah kering giling (GKG).
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Harus Kerja Keras untuk Mewujudkan, Revisi Paket UU Politik Tantangan 100 Hari Prabowo
- 2 Pemerintah Dorong Swasta untuk Bangun Pembangkit Listrik
- 3 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 4 Ayo Perkuat EBT, Presiden Prabowo Yakin RI Tak Lagi Impor BBM pada 2030
- 5 BPJS Ketenagakerjaan Apresiasi Menteri Kebudayaan Lindungi Pelaku Kebudayaan
Berita Terkini
- Produksi Berlimpah saat Panen Raya, Bulog Ditugaskan Serap Beras 3 Juta Ton
- Dorong Swasembada Pangan, Pemerintah Harus Bantu Petani Hasilkan Panen Padi Berkualitas
- Transisi Energi Masih Bersifat Solusi Palsu
- Fore Coffee Berinovasi untuk Perkuat Daya Saing di Tengah Tren Pasar Dinamis
- LG Produksi Perdana Kulkas Premium Bottom Freezer InstaView Auto Ice Maker di Indonesia