Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perkuat Peran Jaksa sebagai Pengendali Perkara Pidana

Foto : Istimewa

ilustrasi. Gedung Kejagung.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA -Jaksa diharapkan dapat memimpin perkembangan arah perkara pidana sejak dari awal proses penyidikan mengingat perannya sebagai dominus litis dalam sistem peradilan pidana. Karena itu dalam tataran kebijakan, perlu didorong agar kewenangan jaksa khususnya dalam seluruh tahapan proses sebelum persidangan dapat diperkuat salah satunya melalui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pisah (KUHAP).

"Jaksa merupakan pemegang hak tunggal dalam penuntutan atau dominus litis dalam sistem peradilan di Indonesia. Oleh karenanya menjadi wajar apabila dalam sistem peradilan pidana yang semestinya dipahami beroperasi secara terpadu, jaksa bertanggung jawab memimpin terhadap seluruh tahapan proses pra-persidangan," kata Erasmus AT Napitupulu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), di Jakarta, Minggu (26/7).

Menurut Erasmus, jaksa adalah satu-satunya pihak yang akan menyajikan perkara tersebut di persidangan. Namun peran jaksa sejauh ini seperti terlihat hanya sekadar "meneruskan" berkas perkara yang dibuat penyidik untuk disidangkan di pengadilan tanpa betul-betul berperan secara substansial dalam menentukan arah perkembangan perkara.

Dia memberi contoh, dalam hal penuntutan terhadap pengguna narkotika, jaksa semestinya dapat menggali kebutuhan rehabilitasi dengan tidak harus bergantung pada ada atau tidaknya assessment kebutuhan rehabilitas melalui Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang secara administratif perolehannya di tingkat penyidikan relatif sulit.

"Jaksa penuntut umum harus melihat kebutuhan tersangka kasus narkotika, dengan memastikan bahwa pengguna narkotika berhak mendapatkan rehabilitasi, berhak dihindarkan dari pemenjaraan," katanya.

Jaksa penuntut umum, lanjut Erasmus,seharusnya yang bisa menyelamatkan pengguna narkotika untuk tidak dikirim ke penjara. Karena ini adalah pengejahwantahan dari tugas penting jaksa menilai tercapainya tujuan pemidanaan. Untuk kasus narkotika, khususnya pengguna, jelas penjara bukanlah tempat yang tepat.

"Kemudian dalam kasus-kasus yang dijerat dengan UU ITE, proses penegakan hukum juga terlampau terpaku pada paradigma yang dibangun oleh penyidik. Pasal-pasal UU ITE yang dalam perumusannya sudah bermasalah, dalam praktiknya kemudian juga banyak ditafsirkan dengan tidak mematuhi prinsip-prinsip dasar hukum pidana," ujarnya.

Maka pada momen perayaan Dirgahayu Kejaksaan yang ke-60 ini, Erasmus mengingatkan kejaksaan untuk memperkuat diri dengan memastikan perannya sebagai dominus litis dalam sistem peradilan pidana dapat dijalankan secara efektif. Untuk mendukung penguatan tersebut, dalam tataran kebijakan, dia juga mendorong agar institusi kejaksaan dapat diperkuat melalui revisi KUHAP.

"Ini agar jaksa dapat diberi kewenangan yang lebih besar, khususnya dalam mengontrol dan menentukan arah perkembangan perkara pidana sejak dari awal proses penyidikan," pungkasnya. ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top