Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perjuangan Guru di Daerah Kepulauan Terpencil

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

ISBN : 978-602- 60901-8-8

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki daerah yang sulit terjangkau transportasi. Namun demikian, bukan alasan untuk meninggalkannya tanpa pendidikan. Siapakah guru yang mau ditugaskan ke tempat terpencil, tanpa sinyal, tidak ada listrik dengan kondisi sekolah jauh dari kelayakan?

Buku ini mengisahkan perjuangan guru yang mengabdi di Desa Kalowang pulau Sepudi. Butuh waktu empat jam dari Pelabuhan Kalianget Sumenep dengan kapal penumpang. Guru harus bersepeda motor berkilo-kilometer menembus persawahan dan bebukitan. Di musim hujan, motor harus dititip di rumah kepala desa dilanjut berjalan dua kilometer. Sepatu harus dilepas karena lengket lumpur. Perjalanan tersebut dilakukan setiap hari. Waktu mendung datang, sekolah harus segera diakhiri agar siswa bisa melewati sungai sebelum air pasang (hlm 20).

Awalnya, bekas kandang ayam dijadikan sekolah. Pemerintah memberikan respons dengan mendatangkan material. Dibangunlah dua ruang besar yang disekat menjadi enam kelas. Sayang, material tersebut belum cukup untuk dibuat kantor. Selama lebih 20 tahun, kantor guru numpang di warung tetangga. Warung itu suatu hari reyot dan para guru segera membersihkan gudang untuk dijadikan kantor. Gudang pengap tersebut penuh dengan bau bangkai tikus. Namun, demi punya kantor, para guru yang hanya tiga orang, membersihkan dan merapikan.

Tiga guru harus mengajar enam kelas. Semua ada empat, tapi satu mengundurkan diri karena tidak tahan. Widayanti, penulis buku ini, sebenarnya juga tidak betah. Namun karena komitmen, dia jalan terus. "Tanpa listrik dan sinyal, bukan berarti harus selalu terbelakang. Itulah yang ada di benakku. Aku mau siswaku tidak tertinggal," katanya (hlm 42).
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top