Perang Dagang AS-Tiongkok Bisa Ganggu Rantai Pasok Global
Foto: istimewaJAKARTA - Perdagangan global bakal kembali terganggu seiring dengan rencana Amerika Serikat (AS) yang akan menaikkan tarif baru impor pada sejumlah barang dari Tiongkok. Namun, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) masih menangguhkan rencana tersebut dalam beberapa waktu ke depan.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan jika kebijakan itu dilakukan, akan memicu perang dagang di antara kedua negara. Sebab, jika melihat skala ekonomi kedua negara tersebut, jelas akan mempengaruhi kenaikan harga internasional.
"Kedua negara tersebut dengan skala ekonomi yang besar untuk beberapa komoditas adalah penentu harga," ujar Suhartoko kepada Koran Jakarta, Kamis (1/8).
Dia mengatakan perilaku perang dagang ini selanjutnya juga berpotensi diikuti perang tarif negara lain dengan berbagai alasan, antara lain lingkungan, HAM, eksploitasi anak dan sebagainya. "Globalisasi perekonomian yang sekian lama dibangun akan menjadi deglobalisasi," tandasnya.
Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan jika keputusan kenaikan tarif impor itu dilakukan akan berdampak signifikan ke perdagangan global. Negara-negara yang berhubungan dengan rantai pasok global dalam hal ini termasuk Indonesia pasti terdampak.
Secara spesifik, papar Badiul, dampak terhadap perdagangan global mencakup gangguan rantai pasokan global, seperti produk kendaraan listrik, baterai, dan cip komputer. "Pemberlakuan tarif tinggi berdampak pada naiknya biaya produksi dan ujungnya harga jual akan tinggi ditingkat konsumen," ujarnya.
Selain itu, potensi perang dagang AS-Tiongkok dapat mengerem laju perekonomian global.
Seperti diketahui, Kantor Perwakilan Dagang Amerikat Serikat (AS) atau The United State Trade Representative (USTR), Selasa (30/7) waktu setempat, mengatakan AS menunda sekitar dua pekan kenaikan tarif AS pada sejumlah barang impor Tiongkok, yang mencakup kendaraan listrik dan baterainya, cip komputer, dan produk medis.
USTR mengatakan pada Mei tarif tersebut akan berlaku pada 1 Agustus 2024, tetapi kantor tersebut mengatakan mereka masih meninjau 1.100 komentar yang diterima dan sekarang berharap untuk mengeluarkan keputusan akhir pada bulan Agustus. Kantor tersebut menambahkan tarif baru akan berlaku sekitar dua minggu setelah keputusan akhir dirilis.
Beri Peluang
Badiul melanjutkan pergeseran perdagangan beberapa negara bisa menjadikan ini peluang untuk meningkatkan ekspor ke AS karena ada produk-produk Tiongkok yang kemungkinan meninggalkan AS.
"Bagi Indonesia, kebijakan AS dapat berdampak tekanan ekspor Indonesia jika produk produk Indonesia adalah bagian dari rantai pasok produk-produk Tiongkok, karena permintaan produk-produk tersebut pasti berkurang, dan ini sangat merugikan Indonesia," ucapnya.
Dampak investasi ke Indonesia, ketegangan perdagangan AS dan Tiongkok bisa menghasilkan kondisi ketidakpastian global. "Investor lebih hati-hati dan milah-milah sektor-sektor yang terdampak langsung pada ketegangan AS dan Tiongkok," urainya.
Tetapi lanjut Badiul, situasi ini juga bisa dimanfaatkan pemerintah Indonesia, misalnya menawarkan diri sebagai alternatif pemasok produk-produk yang di impor AS, misalnya komponen otomotif, baterai, dan produk elektronik yang selama ini diimpor Tiongkok ke AS.
"Situasi global ini bisa jadi peluang bagi Indonesia, kuncinya pemerintah harus fokus pada diversifikasi ekspor ke negara-negara Asia Tenggara, Eropa, maupun Afrika," paparnya.
Hal lainnya, diplomasi ekonomi dan perjanjian perdagangan dengan lebih proaktif ke negara-negara di belahan dunia lain tentu termasuk ke AS dan fokus pada sektor unggulan seperti ekonomi atau industri kreatif, pariwisata, dan ekowisata.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia