Pengadilan Tinggi PBB akan Sidang Kasus Iklim
Peace Palace, lokasi Mahkamah Agung PBB menggelar sidang kasus iklim untuk pertama kalinya pada Senin (2/12). Sidang perdana ini bertujuan untuk menetapkan pedoman hukum tentang bagaimana negara-negara harus melindungi planet ini dari perubahan iklim.
Foto: AFP/Nick GammonDEN HAAG - Mahkamah Agung PBB (ICJ) pada Senin (2/12) memulai sidang yang belum pernah terjadi sebelumnya yang bertujuan untuk menetapkan pedoman hukum tentang bagaimana negara-negara harus melindungi planet ini dari perubahan iklim dan membantu negara-negara yang rentan memerangi dampak buruknya.
Perwakilan dari Vanuatu dan pulau-pulau rendah berisiko lainnya di Samudra Pasifik akan membuka proses persidangan maraton di Mahkamah Internasional pada pukul 10.00 pagi di hadapan panel yang beranggotakan 15 hakim.
Selama dua pekan ke depan, lebih dari 100 negara dan organisasi akan menyampaikan tanggapan mengenai topik tersebut, jumlah tertinggi yang pernah disampaikan ke pengadilan yang berpusat di Den Haag tersebut.
Para aktivis berharap bahwa pendapat para hakim ICJ akan memiliki konsekuensi hukum yang luas dalam perang melawan perubahan iklim. Sementara yang lain khawatir permintaan yang didukung PBB untuk pendapat penasihat yang tidak mengikat akan berdampak terbatas dan mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun bagi pengadilan tertinggi PBB untuk mewujudkannya.
Sidang di ICJ itu diadakan beberapa hari setelah kesepakatan iklim yang dinegosiasikan dengan sengit pada pertemuan puncak COP29 di Azerbaijan.
Negara-negara kaya yang berpolusi pada akhirnya sepakat untuk menyediakan setidaknya 300 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2035 untuk membantu negara-negara miskin beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan bersiap menghadapi dampak iklim yang meningkat seperti cuaca ekstrem.
Sedangkan negara-negara berkembang mengecam janji tersebut karena dianggap terlalu sedikit dan terlambat, dan kesepakatan akhir pertemuan itu gagal mencakup janji global untuk menjauh dari pembakaran bahan bakar fosil yang memanaskan planet.
Momen Krusial
"Kami berada di garis depan dampak perubahan iklim," kata Ralph Regenvanu, utusan khusus untuk Vanuatu, yang telah menggerakkan inisiatif ICJ bersama dengan negara-negara kepulauan tetangga.
"Seruan kami untuk pendapat penasihat dari ICJ tentang perubahan iklim berada pada momen yang krusial, momen yang menetapkan kewajiban hukum internasional yang jelas untuk aksi iklim," imbuh dia kepada wartawan menjelang sidang.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi tahun lalu yang merujuk dua pertanyaan utama mengenai iklim kepada para hakim internasional yaitu tentang (pertama) apa kewajiban negara berdasarkan hukum internasional untuk melindungi sistem iklim bumi dari emisi gas rumah kaca yang bersifat polutan? dan (kedua), apa akibat hukum dari kewajiban ini dalam kasus di mana negara, melalui tindakan dan kelalaiannya, telah menyebabkan kerusakan signifikan pada sistem iklim dan bagian lain dari lingkungan?
Pertanyaan kedua juga dikaitkan dengan tanggung jawab hukum negara atas kerugian yang disebabkan oleh perubahan iklim terhadap negara-negara kecil yang lebih rentan serta penduduknya.
Hal ini terutama berlaku untuk negara-negara yang terancam oleh naiknya permukaan air laut dan pola cuaca buruk di tempat-tempat seperti Samudra Pasifik. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Wanita 50 Tahun Berikan Kisah Inspiratif untuk Berwirausaha
- 2 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 3 Klasemen Liga Jerman: Bayern Muenchen Masih di Puncak
- 4 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 5 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya