Pemilih Diminta Waspada, Pilkada Kabupaten Bekasi Dibayangi Praktik Politik Uang
Maskot Pilkada Kabupaten Bekasi 2024 Lupus dan Lusia merupakan fauna endemik Lutung Jawa yang dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Muaragembong.
Foto: ANTARA/Pradita Kurniawan SyahKabupaten Bekasi - Survei dari Skala Institutebersama Ragaplasma Research menyatakan Pilkada di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dibayangi praktik politik uang dengan indikator 45,38 persen pemilih diprediksi mengubah pilihan akibat bujukan pemberian imbalan dalam bentuk uang, barang maupun jasa.
"Ada atensi khusus terkait perubahan pilihan yang disebabkan oleh faktor uang dan angkanya relatif besar," kata Direktur Skala Institute Wahyu Ginanjar di Cikarang, Jumat.
Kondisitersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan Skala Institute bersama Ragaplasma Research pada periode 1-7 Oktober 2024 dengan metodemultistage sampling.
Survei itu dilakukan di enam kabupaten dan kota di Jawa Barat yang kemudian dielaborasi dengan pilkada provinsi tersebut. Keenam daerah itu meliputi Kabupaten Bekasi, Garut, Cianjur, Majalengka serta Kota Cirebon dan Kota Bandung.
Ia mengatakan dari keenam daerah itu, daerah dengan jumlah pemilih paling banyak tergiur politik uang yang kemudian mengubah pilihan suara adalah Kabupaten Bekasi. Sementara untuk daerah lain masih di bawah Kabupaten Bekasi.
Wahyu memaparkan survei dilakukan terhadap 400 responden denganmargin of errorsebesar lima persen, tingkat pendidikan lulusan perguruan tinggi 22,5 persen, SMA 58 persen, SMP 10,5 persen dan lulusan SD sembilan persen.
"Sedangkan kategori tingkat penghasilan responden meliputi rendah 32 persen, bawah 23,25 persen, menengah atas 38,25 persen dan atas 6,5 persen," katanya.
Berdasarkan hasil survei ini, elektabilitas pasangan calon nomor urut 1 Dani Ramdan-Romli HM sebesar 41,75 persen. Pasangan nomor urut 2 BN Holik-Faizal Hafan Farid 19,5 persen dan pasangan nomor urut 3 Ade Kuswara-Asep Surya Atmaja 24,75 persen.
Wahyu mengaku elektabilitas pasangan Dani-Romlitinggi karena dianggap sebagai petahana yang telah terbukti secara kinerja, menandakan bahwa masyarakat puas dengan kinerja pemerintah daerah.
"Hasil survei cukup tinggi, unggul dibanding dua pasangan lain," ucapnya.
Namun elektabilitas ini dapat berubah lantaran tinggi karakteristik pemilih untuk berpaling. Pemilih dapat dengan mudah mengubah pilihan akibat beberapa hal dan yang tertinggi adalah faktor pemberian uang, barang maupun jasa.
"Kami tidak secara spesifik menanyakan bentuk uang atau barang dan jasa yang dimaksud, termasuk tentang serangan fajar. Tapi, berdasarkan hasil survei kami, perubahan itu dapat terjadi pada seminggu terakhir hingga hari H pencoblosan," katanya.
Dia menyatakan perubahan pilihan akibat uang itu juga terjadi di daerah lain hanya tingkat persentase tidak setinggi di Kabupaten Bekasi. Paling tinggi hanya terjadi di Majalengka dengan 17,9 persen serta Cirebon sebesar 16,99 persen.
"Karakteristik di Bekasi hampir sama seperti yang kami survei juga di sekitar Sulawesi di mana tingkat perubahannya cukup tinggi. Tentu ini menjadi atensi kita semua," ucap dia.
Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam 45 Bekasi Harun Alrasyid mengatakan perubahan pilihan akibat politik uang merupakan hal yang tidak ideal dalam pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Bekasi di Pilkada Serentak 2024.
"Tentu saja, pilihan politik karena faktor ekonomi menjadi tidak ideal. Karena seharusnya seorang pemimpin itu dipilih berdasarkan gagasan dan visi misi yang jelas," katanya.
Menurut dia kondisi ini terjadi karena lemah pendidikan politik di masyarakat, sehingga politik uang menjadi masalah klasik yang selalu saja terjadi di setiap kontestasipadahal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 telah mengatur dengan ketat soal politik uang.
"Harusnya partai politik meningkatkan porsi pemberian pendidikan politik agar kondisi ini tidak terus berulang. Karena tujuan didirikan partai politik itu untuk edukasi pendidikan politik masyarakat," ucapnya.
Dirinya berpendapat kandidat yang menggunakan politik uang menunjukkan kurang ide dan kemampuan untuk membangun daerah serta tidak mampu menawarkan program yang relevan bagi masyarakat.
Kandidat yang melakukan politik uang biasanya memiliki hubungan sosial yang lemah dengan pemilih.
"Ini saatnya masyarakat memilih kandidat yang memiliki visi dan program pembangunan yang jelas," katanya.
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 3 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 4 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
- 5 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal