Selasa, 18 Mar 2025, 01:15 WIB

Pemerintah Harus Kendalikan Kenaikan Impor

Neraca Perdagangan I Subsidi APBN untuk Minyak dan Gas Capai Ratusan Triliun Rupiah

Foto: antara

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Februari 2025 mencapai 18,86 miliar dollar Amerika Serikat (AS), naik 5,18 persen dibandingkan Januari 2025. Kenaikan impor itu disebabkan oleh kenaikan impor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas. 

Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto yang diminta pendapatnya mengatakan, kenaikan impor harus dikendalikan dengan memprioritaskan komoditas atau produk-produk dalam negeri.

“Khusus impor migas bisa dikendalikan dengan memperbesar penggunaan energi baru terbarukan yang sumbernya di dalam negeri melimpah, mulai dari energi hydro (air), energi surya atau matahari, energi angin dan panas bumi atau geothermal,” kata Wibisono.

Selain mengupayakan sumber energi terbarukan lokal yang potensial, masyarakat pun harus diedukasi agar melakukan penghematan atau efisiensi energi seperti mengurangi pekerjaan atau perjalanan yang tidak mendesak.

Publik harus diedukasi bahwa dengan masih dominannya pemanfaatan energi fosil atau energi kotor, maka aktivitas yang berlebihan hanya akan menyebabkan pemborosan energi. Apalagi, energi minyak dan gas serta batubara yang paling banyak digunakan saat ini mendapat subsidi yang sangat besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahun.

Adapun subsidi dan kompensasi pada 2025 ditetapkan sebesar 525 triliun rupiah yang bertujuan menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli masyarakat, dan mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Subsidi tersebut terdiri dari subsidi energi dan kompensasi sebesar 394,3 triliun rupiah dan subsidi nonenergi sebesar 131,3 triliun rupiah, termasuk cadangan subsidi.

Sebelumnya, pada APBN 2024, Pemerintah mengalokasikan subsidi energi pada sebesar 186,9 triliun rupiah yang mencakup subsidi Bahan Bakar Minyak dan LPG sebesar 113,3 triliun rupiah dan subsidi listrik sebesar 73,6 triliun rupiah.

“Bagaimana pun, energi terbarukan atau clean energy adalah jawaban dari krisis energi sekaligus masalah ekonomi yang disebabkan defisit impor, karena clean energy tidak ada habisnya,” kata Wibisono.

Sementara untuk menekan impor nonmigas, Pemerintah harus mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri melalui substitusi barang-barang dan jasa yang selama ini diimpor karena tidak diproduksi dalam negeri atau karena dianggap harganya kurang kompetitif.

Impor idealnya hanya untuk barang-barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri seperti impor barang modal yang memang dibutuhkan untuk meningkatkan dan memacu produktivitas dalam negeri.

Selain selektif, Pemerintah juga diminta melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk-produk impor yang harganya lebih murah karena disubsidi dari negara asalnya dan setelah masuk ke Indonesia malah tarifnya nol.

Di sisi lain, Pemerintah malah mengenakan tarif bea keluar untuk produk-produk dalam negeri yang diekspor sehingga biayanya lebih tinggi dan otomatis kurang kompetitif di pasar global.

Logam Mulia

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (17/3) mengatakan kenaikan impor pada awal tahun ini didorong oleh naiknya impor migas 384,7 juta dollar AS dan nonmigas 543,7 juta dolar AS (3,52 persen). Peningkatan impor migas disebabkan oleh bertambahnya impor minyak mentah 272,5 juta dollar AS dan hasil minyak 112,2 juta dollar AS.

Dari sepuluh golongan barang utama non migas Februari 2025, golongan logam mulia dan perhiasan/permata mengalami peningkatan tertinggi senilai 0,33 miliar dollar AS (110,26 persen) dibandingkan Januari 2025.

Sementara golongan mesin/ peralatan mekanis dan bagiannya mengalami penurunan terbesar senilai 0,12 miliar dollar AS (4,47 persen).

Tiga negara pemasok barang impor non migas terbesar selama Februari 2025 adalah Tiongkok 6,05 miliar dollar AS (37,81 persen), Jepang 1,26 miliar dollar AS (7,86 persen), dan Thailand 0,87 miliar dollar AS (5,45 persen).

Lebih lanjut dia mengatakan impor nonmigas pada Februari 2025 tercatat senilai 15,99 miliar dollar AS, naik 3,52 persen dibandingkan Januari 2025 dan naik 3,47 persen dibandingkan Februari 2024.

Impor non migas dari ASEAN tercatat 2,65 miliar dollar AS (16,59 persen) dan Uni Eropa 0,92 miliar dollar AS (5,72 persen).

Nilai impor golongan bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari-Februari 2025 kata Amalia mengalami peningkatan terhadap periode yang sama tahun sebelumnya, masing-masing senilai 0,15 miliar dollar AS (0,55 persen) dan 0,24 miliar dollar AS atau 3,61 persen, sedangkan golongan barang konsumsi turun 0,52 miliar dollar AS.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhisthira mengatakan kendati neraca perdagangan surplus tetapi di sisi yang lain ada kualitas yang menurun karena impor dari bahan baku hanya naik 4,7 persen sementara impor barang konsumsinya minus 21 persen secara tahunan atau year on year/yoy, dan minus 10,6 persen dibanding bulan sebelumnya.

“Padahal ini kan periode Ramadan jelang Idul Fitri. Ini anomali dengan permintaan impor barang konsumsi, seharusnya masyarakat secara seaseonal mengkonsumsi barang barang impor yang banyak jelang lebaran. Jadi, ini anomali. Ini menunjukan adanya tekanan dari sisi permintaan di dalam negeri,”pungkas Bhima.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: