PBB Minta Negara-negara Siapkan Rencana untuk Hadapi Perubahan Iklim
Ketua iklim PBB, Simon Stiell menyampaikan pidato pada pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB 2024 di Baku, pekan lalu.
Foto: AFP/Alexander NEMENOVBAKU – Kepala Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, Simon Stiell, pada hari Senin (18/11), mengatakan setiap persiapan terhadap dampak perubahan iklim akan menentukan hidup dan matinya jutaan orang di seluruh dunia.
Dikutip dari The Straits Times, pernyataannya di Perundingan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP29), di Azerbaijan, muncul saat Filipina dilanda badai tropis keenam dalam waktu kurang dari sebulan.
Topan Super Man-yi menghantam Luzon yang berpenduduk padat pada 17 November, menewaskan sedikitnya delapan orang dan memicu tanah longsor, menghancurkan rumah-rumah, dan memutus kabel listrik. Keenam badai dahsyat tersebut telah merenggut lebih dari 160 nyawa dan berdampak pada lebih dari 10 juta orang, serta menimbulkan kerusakan senilai sekitar 470 juta peso.
Berbicara pada acara tingkat tinggi tentang adaptasi iklim, Stiell mencatat hampir setengah dari populasi manusia hidup di daerah rawan iklim, di mana orang-orang 15 kali lebih mungkin meninggal akibat dampak iklim.
“Secara pribadi, saya merasa ini sangat mengganggu dan sangat menyinggung,” katanya.
Bahkan, saat ia mengajukan permohonan baru bagi negara-negara, terutama yang paling rentan, untuk mulai merencanakan perubahan iklim, Stiell menyerukan lebih banyak pembiayaan inovatif untuk menyalurkan uang kepada negara-negara yang perlu membangun ketahanan terhadap dampak iklim.
"Kita tidak bisa lagi bergantung pada aliran dana kecil. Kita butuh aliran dana yang deras. Dana harus lebih mudah diakses, terutama bagi negara-negara yang paling rentan dan sering menghadapi hambatan terbesar," katanya.
Rencana Adaptasi
Negara-negara sebelumnya sepakat untuk menyiapkan rencana adaptasi nasional mereka pada tahun 2025, untuk dilaksanakan pada tahun 2030.
Rencana tersebut menjabarkan solusi jangka menengah dan panjang suatu negara untuk membatasi dampak perubahan iklim terhadap masyarakat. Hingga saat ini, 60 negara, sebagian besar negara berkembang atau negara kurang berkembang, telah menyerahkan rencana nasional mereka. Negara-negara Asia Tenggara yang masuk dalam daftar tersebut meliputi Kamboja, Thailand, Timor Leste, dan Filipina.
Upaya adaptasi Singapura tercantum dalam dokumen target iklimnya, yang terakhir diperbarui pada tahun 2022 dan diserahkan kepada PBB. Dokumen tersebut menguraikan upaya negara pulau tersebut untuk melindungi garis pantainya dari kenaikan muka air laut, yang diperkirakan menelan biaya 100 miliar dollar AS selama 100 tahun, di antara langkah-langkah lain seperti memperkuat ketahanan pangan dan memiliki program konservasi keanekaragaman hayati.
Biaya adaptasi negara-negara dapat meningkat hingga 340 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2030, dan mencapai sebanyak 565 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2050. “Pendanaannya sudah ada. Kita perlu membuka dan membuka blokirnya," ujar Stiel.
Stiell mendesak bank pembangunan multilateral untuk berpikir melampaui hibah dan pinjaman tradisional, dan lembaga filantropi, sektor swasta, dan donor bilateral untuk melangkah maju tanpa menambah utang yang dihadapi oleh negara-negara yang rentan.
“Orang-orang yang menerima investasi ini tidak akan mengecewakan. Mereka ingin beradaptasi. Sering kali, mereka lebih tahu daripada kita tentang cara beradaptasi,” tambahnya.
Hasil adaptasi pada COP29 diharapkan terkait erat dengan tujuan keuangan iklim baru, yang merupakan hasil utama pertemuan puncak dan akan menentukan keberhasilan pembicaraan.
Negara-negara berkembang meminta negara-negara maju untuk berkomitmen menyediakan 1,3 triliun dollar AS per tahun untuk membantu negara-negara yang lebih rentan memenuhi target iklim mereka dan beradaptasi dengan bencana yang menimpa mereka secara tidak proporsional.
Dalam laporan kesenjangan adaptasi yang diterbitkan awal November, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menemukan bahwa pendanaan publik untuk membantu negara-negara rentan beradaptasi dengan dampak iklim meningkat dari 22 miliar dollar AS pada tahun 2021 menjadi 28 miliar dollar AS pada tahun 2022.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 3 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 4 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik