PBB: Kelaparan Mengancam Wilayah Rakhine
Sejumlah warga beristirahat di dalam kompleks biara yang dijadikan tempat penampungan pengungsi sementara di sebuah desa di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada November 2023 lalu.
Foto: AFPNEW YORK - Negara Bagian Rakhine di Myanmar yang dilanda konflik sedang menuju bencana kelaparan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan hal ini pada Kamis (7/11) setelah perang saudara menurunkan angka perdagangan dan produksi pertanian.
“Perekonomian Rakhine telah berhenti berfungsi,” kata laporan baru dari Program Pembangunan PBB (UNDP), yang memproyeksikan kondisi kelaparan akan terjadi pada pertengahan tahun 2025 jika tingkat kerawanan pangan saat ini tidak ditangani.
“Sekitar dua juta orang berisiko kelaparan,” imbuh UNDP. Di tengah pertempuran yang bergolak di negara itu, rute perdagangan internasional dan domestik yang menuju ke negara yang sudah miskin itu telah ditutup, sehingga masuknya bantuan dan barang sangat dibatasi.
Selain pertempuran yang intens, warga di Rakhine menghadapi ketiadaan pendapatan, hiperinflasi (dan) berkurangnya produksi pangan dalam negeri secara signifikan, imbuh laporan UNDP itu seraya menyerukan pada pemangku kepentingan dan negara tetangga agar memperbaiki kebijakan dan inisiatif mereka seperti membuka perbatasan di Rakhine agar akses perdagangan dan bantuan tidak terhambat.
Myanmar telah dilanda konflik antara militer dan berbagai kelompok bersenjata yang menentang kekuasaannya sejak junta yang berkuasa menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Bentrokan telah mengguncang Rakhine barat sejak Tentara Arakan (AA) menyerang pasukan keamanan pada November 2023, mengakhiri gencatan senjata yang sebagian besar telah berlangsung sejak kudeta junta tahun 2021.
Dengan krisis ekonomi pertanian, UNDP memperkirakan produksi pangan lokal hanya akan memenuhi 20 persen kebutuhan negara bagian pada Maret atau April. “Produksi beras dalam negeri menurun drastis karena kekurangan benih, pupuk (dan) kondisi cuaca buruk,” ungkap UNDP.
Sementara itu peningkatan tajam dalam jumlah pengungsi internal berarti banyak ladang tidak dapat digarap. Menurut angka PBB, Negara Bagian Rakhine mencatat lebih dari 500.000 orang mengungsi pada Agustus lalu, dibandingkan dengan hanya kurang dari 200.000 pada Oktober 2023.
Yang menghadapi risiko khusus adalah populasi termasuk anggota minoritas Muslim Rohingya yang telah lama teraniaya dan masyarakat terlantar.
Serangan Udara
Sementara itu kantor berita RFA yang mengutip keterangan dari kelompok pemantau konflik di Myanmar pada Kamis melaporkan bahwa serangan udara junta telah menewaskan sedikitnya 540 warga sipil Myanmar sejak awal tahun ini dan sebagian besar korban yang tewas berasal dari Negara Bagian Rakhine.
Jumlah korban tewas ini dilaporkan oleh kelompok Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Rabu (6/11). “Sedikitnya 109 yang tewas akibat serangan udara adalah anak-anak dibawah usia 18 tahun,” ungkap AAPP.
AAPP juga melaporkan bahwa saat ini junta hampir tiap hari melakukan serangan udara di Rakhine yang serang menargetkan desa-desa yang mereka duga telah menyokong kelompok bersenjata etnis.
Selain serangan udara, AAPP juga melaporkan bahwa serangan artileri junta terutama di Rakhine dan Sagaing telah menewaskan 475 warga sipil pada periode waktu yang sama. AFP/RFA/I-1