PAUD dan SD tak Perlu Sekolah Langsung
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Heru Purnomo
Foto: Foto Muhamad Ma'rupJAKARTA - Pemerintah daerah diminta tidak menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SD. Jenjang tersebut sangat rentan karena anak-anak belum menerima vaksin dan perilakunya sulit dikontrol. Demikian pandangan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu (26/9).
"Peserta didik TK dan SD belum divaksin. Perilaku usia mereka sulit dikontrol, sehingga rentan terjadi penularan," ujarnya. Dia mempertanyakan pelaksanaan PTM terbatas untuk jenjang PAUD dan SD. Tapi di jenjang perguruan tinggi yang mahasiswa sudah menerima vaksinasi belum kuliah langsung.
Heru mengatakan, dari 2,8 persen atau 1.296 satuan pendidikan melaporkan bahwa warga sekolah yang terkonfirmasiCovid-19, kasus paling banyak terjadi di PAUD dan SD. Rinciannya, SD sebanyak 581 sekolak (terbanyak) dan PAUD sebanyak 252 sekolah.
Dia menambahkan, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan PAUD sampai SMA/SMK termasuk SLB yang terkonfirmasi Covid-19 mencapai 19.153 orang. "Angka tersebut sangat besar," tandas Heru.
"Baru 42 persen satuan pendidikan menggelar PTM terbatas tapi kasusnya sudah tinggi. Bagaimana kalau PTM digelar serentak nantinya," jelasnya.
Lebih jauh, Heru mendorong, pemerintah pusat dan daerah segera rapat koordinasi untukmengevaluasi 118 ribu sekolah di wilayah PPKM level 1-3 yang telah menggelar belajar tatap muka secara terbatas. Evaluasi tersebut untuk melihat contoh baik dan buruk yang berdampak pada klaster sekolah.
"Hasil evaluasi dapat menjadi pelajaran semua satuan pendidikan baik yang sudah menggelar PTM maupun belum," ucapnya. Heru mengatakan, pentingnya penguatan pengawasan gugus tugas daerah dan dinas terkait untuk mengontrol penerapan 3M di satuan pendidikan yang mngggelar PTM.
Banyak Pelanggaran
Sejumlah Serikat Guru Indonesia daerah telah melaporkan terjadi banyak pelanggaran terhadap protokol kesehatan, terutama kegiatan 3M. Masih banyak masker yang diletakkan di dagu atau digantungkan di leher. Kemudian, tempat cuci tangan tidak disertai air mengalir, tidak ada sabun. "Bahkan ada sebagian guru dan siswa tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah," tandasnya.
Secara terpisah, Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji, menilai bahwa pelaksanaan PTM terbatas saat ini bukan langkah keliru. Hanya, langkah tersebut menjadi bukti pola pikir yang tidak tumbuh atas pelaksanaan pembelajaran.
Dia menjelaskan, masih banyak yang beranggapan, tanpa PTM, pembelajaran tidak akan maksimal. Padahal, di tengah perubahan zaman kini, sangat perlu pola pikir berkembang agar ada adaptasi pengajaran yang efektif.
"Fakta yang terjadi, banyak keluhan orang tua dan siswa yang memilih sekolah di rumah, tapi pembelajarannya tidak dilayani. Ini bisa dimengerti karena guru sendiri tidak dibekali sarana dan prasarana untuk mengajar secara hibrid dua, campuran daring dan tatap muka," katanya. ruf/G-1
Berita Trending
- 1 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 2 Kejati Selidiki Korupsi Operasional Gubernur
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 5 Pertamina Siapkan Akses Titik Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 Kg Terdekat
Berita Terkini
- Selama Masa Penutupan, TNGGP Berikan Sanksi 77 Pendaki Ilegal
- Dokter Paru: Penyebab Kematian Barbie Hsu Patut Ditelusuri
- Harga Eceran Elpiji Melonjak, Warga Pedalaman Lebak Gunakan Kayu Bakar untuk Memasak
- Tiga Orang Tewas dan Satu Wartawan Hilang di Ternate Akibat Speedboat Basarnas Meledak
- Spotify Hadirkan Pameran Taylor Swift di Jakarta