Program MBG Harus Beri Manfaat Pada Peningkatan Ekonomi Desa
Bhima Yudhistira Direktur Eksekutif Celios - MBG Jangan sampai menjadi celah masuknya berbagai pangan impor termasuk impor susu yang merugikan peternak lokal.
Foto: antaraJAKARTA- Kebijakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memprioritaskan komoditas pangan lokal sebagai bahan baku utama dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat dukungan yang luas karena akan memperkuat perekonomian masyarakat.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto yang diminta pendapatnya, Minggu (2/2) mengatakan langkah itu tidak hanya berkontribusi pada pemenuhan gizi masyarakat, tetapi juga menjadi strategi efektif dalam memperkuat perekonomian desa dan mengurangi kebergantungan pada komoditas impor.
“Dengan menyerap komoditas pangan lokal, SPPG dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian desa. Hal ini akan menggerakkan sektor pertanian dan UMKM lokal, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat daya saing produk dalam negeri,” kata Dwijono.
Dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas lokal, petani dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pangan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal itu jelasnya akan berimplikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa serta memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Kalau mengutamakan bahan pangan lokal, maka kita tidak hanya membantu petani dan UMKM bertahan, tetapi juga mengurangi kebergantungan pada produk impor yang sering kali membebani devisa negara. Ini juga sejalan dengan upaya mewujudkan ekonomi yang lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI, Rina Sa'adah mengatakan pembuatan dapur dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) perlu menggandeng UMKM pangan setempat yang bisa dijadikan sebagai pemasok bahan pokok.
“Dengan menggandeng UMKM pangan setempat, maka SPPG bisa beroperasi efisien dan mendapatkan pasokan bahan pokok yang masih segar untuk diolah,” kata Rina dalam keterangannya di Jakarta, pekan lalu.
Adapun pemerintah melalui Badan Gizi Nasional menargetkan pada tahun 2025 ini ada 5.000 dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi yang dibangun di setiap daerah.
UMKM pangan yang memproduksi dan menghasilkan beras, ayam, telur, aneka sayuran, ikan serta bahan kebutuhan pokok lainnya jumlahnya mencapai ribuan dan telah menjalankan usaha di berbagai daerah. Baik berupa usaha perorangan, kelompok masyarakat maupun usaha kecil yang berbadan hukum serta koperasi dan BUMDes.
“Beroperasinya dapur MBG atau SPPG menumbuhkan permintaan (demand) akan beras, daging ayam, telur, ikan serta aneka sayuran di berbagai daerah. Bagian pembelian SPPG bisa menjalin kerja sama dengan UMKM pangan setempat untuk memasok bahan pokok tersebut sesuai standar yang diinginkan,” kata Rina.
Kerja sama seperti itu, papar Rina, akan menjadi wujud nyata multiplier effect program MBG. Terutama bagi pelaku ekonomi atau UMKM bidang pangan di berbagai daerah. Transaksi antara SPPG atau dapur MBG dengan UMKM pangan setempat akan mendorong perputaran roda perekonomian daerah bergerak lebih baik.
Kolaborasi SPPG dengan UMKM juga akan mengatasi persoalan mahalnya biaya transportasi angkutan ke pasar induk yang selama ini dikeluhkan petani sayuran. Hal serupa juga untuk produsen ayam daging maupun telur serta produsen beras. SPPG pun bisa mendapatkan jaminan dan kontinuitas pasokan bahan baku segar dan berkualitas.
Dengan total anggaran yang telah dialokasikan sebesar 71 triliun rupiah, dia optimistis program MBG bisa menjadi momentum UMKM di daerah untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ekonomi Daerah
Pemerintah sendiri telah mengalokasikan 71 triliun rupiah untuk MBG pada 2025 dengan target 15 juta-17,5 juta penerima manfaat. Namun, saat ini tengah dibahas untuk ditambah 100 triliun rupiah, dengan target penerimaan manfaat sebanyak 82,9 juta hingga akhir 2025.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN), dana sebesar itu dialokasikan untuk 5.000 SPPG. Sebanyak 1.542 unit SPPG yang dibangun BGN dan sebanyak 3.458 unit SPPG hasil kerja sama BGN dengan lembaga negara/pihak ketiga. Hingga saat ini telah beroperasi sekitar 937 SPPG di 26 provinsi. Setiap SPPG memasok 3.000 penerima manfaat setiap hari Senin hingga Jumat/Sabtu.
Dalam kesempatan lain, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YBSuhartoko mengatakan, memang seharusnya program makanan bergizi gratis bukan hanya untuk meningkatkan pasokan gizi saja. Secara ekonomi PMBG bisa bermanfaat untuk meningkatkan kinerja UMKM, baik UMKM pemasok bahan mentah, maupun UMKM pengolah bahan makanan.
“Dengan melibatkan UMKM akan menciptakan dampak pengganda pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Suhartoko.
Tidak kalah penting, UMKM tambahnya diajak untuk menaati standardtertentu sebagai pemasok, sehingga mampu menata manajemen kualitas perusahaan menjadi lebih baik.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios),
Bhima Yudhistira, sepakat program MBG harus melibatkan UMKM lokal, terutama yang berdekatan dengan sekolah.
“MBG Jangan sampai menjadi celah masuknya berbagai pangan impor termasuk impor susu yang merugikan peternak lokal, berdampak ke berkurangnya serapan kerja, hingga mengancam stabilitas nilai tukar rupiah,”tegasnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 2 Kejati Selidiki Korupsi Operasional Gubernur
- 3 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 4 OIKN: APBN Rp48,8 Triliun Beri Keyakinan Investor
- 5 Pertamina Siapkan Akses Titik Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 Kg Terdekat