Pasar Desak BI Segera Menaikkan Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia (BI)
Foto: KORAN JAKARTA/M FACHRI» Kalau suku bunga naik, akan mendorong masyarakat lebih banyak menabung dan berinvestasi dalam negeri.
» Untuk meningkatkan suplai valas, pemerintah harus memberi insentif pengurangan pajak bagi eksportir yang mengembalikan DHE.
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) harus memenuhi desakan pelaku pasar agar segera menaikkan suku bunga acuan BI7 days Reverse Repo Rate (BI7 days RR Rate) ke level yang lebih tinggi dari level saat ini 6 persen. Hal itu penting karena untuk menyelamatkan kurs rupiah agar tidak semakin terpuruk lebih dalam.
Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan pada Rapat Dewan Gubernur, April ini, kenaikan suku bunga acuan adalah wajib. Sebab, rupiah telah melewati batas psikologis pasar yakni di level 16.000 per dollar AS. "Hukumnya wajib. Kalau tidak segera disikapi, bisa berbahaya bagi psikologi pasar," kata Susilo, di Yogyakarta, Rabu (17/4).
Kenaikan suku bunga, jelas Susilo, penting sebagai sinyal pada pelaku pasar untuk terus memegang rupiah. Ibu-ibu di tidak hanya di kota-kota besar, tapi juga di kota kecil seperti Jogja pun hari ini ramai-ramai membeli dollar karena percaya bahwa rupiah akan makin melemah. Apalagi para pemegang cash money besar tentu saja akan lebih percaya pegang dollar kalau BI tidak segera menaikkan bunga acuan.
Kalau suku bunga naik, papar Susilo, maka akan mendorong masyarakat untuk lebih banyak menabung dan berinvestasi dalam negeri. Tingkat suku bunga yang lebih tinggi dapat membuat produk tabungan dan investasi dalam negeri menjadi lebih menarik dibandingkan dengan investasi di luar negeri, sehingga mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Pada gilirannya, kenaikan BI7 days RR Rate dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
"Dengan menunjukkan kesiapan BI untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi, hal itu dapat membantu menarik investasi asing serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan," tandas Susilo.
Sementara itu, ekonom Ibrahim Assuaibi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Walaupun bank sentral terus melakukan intervensi di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) berupa valuta asing dan obligasi, kemungkinan besar tidak akan cukup kuat untuk menahan laju pelemahan rupiah," kata Ibrahim kepada media di Jakarta, Selasa (16/4) seperti dikutip dari Antara.
Seusai libur Lebaran 2024, rupiah melemah karena penguatan indeks dollar AS menyusul menguatnya data ekonomi AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya konflik Iran dan Israel. Rupiah merosot tajam hingga melampaui level 16.000 per dollar AS.
"Dalam pertemuan di bulan ini, BI harus menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin guna menstabilkan mata uang rupiah," kata Ibrahim yang juga sebagai Direktur PT Laba Forexindo Berjangka.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, pada 19-20 Maret 2024, BI mempertahankan suku bunga acuan atau BI7 days Reverse Repo Rate di level 6 persen. Suku bunga deposit facility juga tetap ditahan di level 5,25 persen, dan suku bunga lending facility 6,75 persen. BI selanjutnya akan menggelar RDG BI pada 23-24 April 2024, pekan depan.
Untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah secara bersama-sama, Ibrahim juga mengimbau pemerintah harus terus melakukan intervensi melalui operasi pasar di mana harga-harga bahan pokok yang terus mengalami kenaikan perlu dikendalikan sehingga inflasi dapat terus terjaga dalam kisaran sasaran yang ditetapkan.
Intervensi Gagal
Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan kenaikan suku bunga acuan menjadi keniscayaan bagi BI, terlebih setelah intervensi yang dilakukan gagal menguatkan posisi rupiah.
"BI juga perlu melakukan akselerasi kebijakan, misalnya dengan memperkuat intervensi di pasar forward dan pasar spot, agar ada keseimbangan terutama untuk menahan tekanan di pasar spot," kata Badiul.
- Baca Juga: Menag: Guru adalah Obor Penyinar Kegelapan
- Baca Juga: Apel Pengawasan Pilkada
Untuk meningkatkan suplai valas dalam negeri, pemerintah harus memberi insentif berupa pengurangan pajak bagi eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan mengonversinya ke rupiah. Dia juga meminta BI lebih transparan dalam mengelola devisa melalui penyediaan laporan yang akuntabel.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Lima Remaja Diamankan Polisi Saat Hendak Tawuran di Jakarta Barat
- Ini Peringkat 30 Eksportir Terbesar di Dunia, Indonesia Nomor 3 dari Belakang
- Memiliki Ide Memajukan Jakarta, Rujaks Deklarasi Dukung Ridwan Kamil – Suswono
- Terus Bertambah, Daop 7 Catat 13.489 Tiket Terpesan di Libur Natal dan Tahun Baru 2025
- Hidupkan Pasar Properti, Guangzhou di China Akan Pangkas Pajak Penjualan Rumah Berukuran Besar