Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 21 Sep 2021, 05:52 WIB

Oposisi Klaim Kecurangan Massal

Penghitungan Suara l Anggota komisi pemilu lokal Russia sedang mengosongkan kotak suara sebelum mereka mulai menghitung perolehan suara di sebuah TPS di Moskwa pada Minggu (19/9). Dalam penghitungan suara yang diumumkan Senin (20/9), partai berkuasa, Partai Russia Bersatu, dinyatakan berhasil meraih mayoritas suara di parlemen, namun hasil itu diragukan oleh oposisi yang menuding telah terjadi kecurangan massal.

Foto: AFP/Alexander NEMENOV

MOSKWA - Oposisi Russia menuding pihak berwenang melakukan kecurangan massal setelah hasil pemilihan umum pada Senin (20/9) menunjukkan bahwa Partai Russia Bersatu yang berkuasa memenangkan mayoritas suara di parlemen.

Pemungutan suara di Russia yang digelar selama tiga hari yang berakhir pada Minggu (19/9) dilaksanakan menyusul terjadinya tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap para kritikus Presiden Vladimir Putin dan hasil jajak pendapat prapemilihan yang menunjukkan popularitas Russia Bersatu ada pada titik terendah dalam sejarah.

Namun partai itu mengklaim berhasil meraih mayoritas dua pertiga di majelis rendah parlemen, dan Andrei Turchak, Sekjen Partai Russia Bersatu, mengatakan hasil itu adalah kemenangan yang meyakinkan dan bersih.

"Partai kami berhasil meraih 120 kursi dari daftar partai dan 195 kursi mandat tunggal, hingga kemenangan yang kami raih berjumlah 315 kursi dari total 450 kursi di parlemen," kata Turchak.

Hingga penghitungan suara mencapai 95 persen pada Senin, Partai Russia Bersatu dinyatakan unggul dengan 49,6 persen suara diikuti oleh Partai Komunis dengan 19,2 persen suara.

Sementara itu prediksi yang dikeluarkan oleh lembaga survei yang dikelola negara menunjukkan bahwa Partai Russia Bersatu hanya menang sekitar 30 persen. Tetapi sekutu dari Alexei Navalny, tokoh oposisi terkemuka Russia yang kini dipenjara, menyatakan hasil survei itu ganjil.

"Ini benar-benar luar biasa. Saya ingat pada 2011 lalu, ketika mereka juga melakukan kecurangan dalam pemilu. Hal yang sama juga terjadi sekarang," kata juru bicara Navalny, Kira Yarmysh.

Merusak Kepercayaan

Klaim kecurangan massal pada pemilu 2011 kemudian memicu protes besar-besaran yang dipimpin oleh Navalny, yang berujung ia ditangkap pada Januari dan dipenjara atas tuduhan penipuan serta kemudian dugaan peracunan yang ia tuduhkan dilakukan oleh Kremlin.

Selain dari oposisi yang pro pada Navalny, tudingan kecurangan pemilu juga dilontarkan oleh pemimpin veteran Partai Komunis, Gennady Zyuganov, yang mengatakan dirinya yakin suara bagi partainya telah dicuri.

"Ini adalah pemilihan palsu yang tidak dibutuhkan siapapun, dan semua itu bisa memperdalam perpecahan sosial di masyarakat," ucap Zyuganov sembari mengatakan bahwa kecurangan ini memiliki konsekuensi merusak kepercayaan pada Putin dan pemerintahnya.

Selain itu para kritikus berpendapat bahwa pemungutan suara daring, yang dikatakan para pejabat merupakan sebuah langkah untuk mengurangi risiko penyebaran virus korona, semua itu telah menghadirkan peluang untuk kecurangan.

Terkait pemilu di Russia ini, sosok Putin, 68 tahun, masih populer secara luas, tetapi dukungan terhadap Partai Russia Bersatu telah menurun karena keluhan rakyat terhadap anjloknya standar hidup setelah Russia selama bertahun-tahun mengalami stagnasi ekonomi.AFP/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.