
Yoon Salahkan Oposisi Terkait Darurat Militer
Presiden Korsel yang dimakzulkan, Yoon Suk-yeol, tiba di Mahkamah Konstitusi di Seoul pada Selasa (11/2) untuk menghadiri sidang pemakzulan terkait pemberlakuan darurat militer pada awal Desember lalu.
Foto: AFP/Lee Jin-manSEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel) yang diskors, Yoon Suk-yeol, menyalahkan pihak oposisi yang "jahat" atas keputusannya untuk mengumumkan darurat militer, dan mengatakan kepada pengadilan pada Selasa (11/2) bahwa penolakan mereka untuk memberi dukungan, mengungkap rencana mereka untuk "menghancurkan" pemerintahannya.
Yoon menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik ketika ia mengumumkan darurat militer pada tanggal 3 Desember lalu, menangguhkan pemerintahan sipil dan mengirim tentara ke parlemen. Upaya itu hanya bertahan enam jam karena parlemen yang dipimpin oposisi tak menghiraukan tentara dan kemudian memutuskan untuk memakzulkan Yoon atas tindakan tersebut.
Yoon ditahan pada pertengahan Januari atas tuduhan pemberontakan, menjadi kepala negara Korsel pertama yang sedang menjabat yang ditangkap. Kini ia secara rutin dipindahkan dari penjara ke sidang di Mahkamah Konstitusi, yang akan menentukan apakah pemakzulan terhadapnya harus diberlakukan.
Pada sidang Selasa yang kemungkinan akan jadi sidang kedua terakhir, Yoon mengeluh bahwa oposisi Korsel telah gagal memberinya rasa hormat yang sepantasnya saat ia masih menjabat.
"Betapa pun besarnya ketidaksukaan mereka terhadap saya, prinsip dasar dialog dan kompromi adalah mendengarkan saya dan memberi saya tepuk tangan atas pidato anggaran saya di parlemen," ucap pria berusia 64 tahun itu kepada pengadilan.
Namun, kata dia, anggota parlemen oposisi bahkan tidak memasuki aula utama, dan saya harus menyampaikan pidato di hadapan parlemen yang setengah kosong.
Tindakan seperti itu, kata Yoon, sangat jahat dan mengungkap niat oposisi untuk menghancurkan pemerintahannya
Ia kemudian mengeluh bahwa anggota parlemen oposisi yang menghadiri pidato parlemen lainnya, telah memalingkan kepala dan menolak untuk berjabat tangan.
Pelanggaran Konstitusi
Dalam deklarasi darurat militernya, Yoon melabeli oposisi sebagai elemen antinegara yang berniat melakukan pemberontakan, dan mengatakan bahwa dekrit tersebut diperlukan untuk menjaga ketertiban konstitusional.
Sidang Kamis (13/2) mendatang secara luas diperkirakan akan menjadi sidang terakhir sebelum pengadilan memutuskan apakah akan menguatkan pemakzulan Yoon, sebuah langkah yang akan memicu pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari.
Sebagian besar persidangan pemakzulan Yoon berpusat pada pertanyaan apakah ia melanggar konstitusi dengan mengumumkan darurat militer, yang diperuntukkan bagi keadaan darurat nasional atau masa perang.
Pekan lalu Yoon menyatakan bahwa bahkan jika saja ia telah memerintahkan penangkapan anggota parlemen untuk mencegah mereka menolak keputusannya, maka hal itu tidak akan menjadi masalah secara hukum karena hal itu belum dilaksanakan.
Selain pemakzulan, Yoon juga menghadapi persidangan pidana atas tuduhan pemberontakan, yang mana dia terancam hukuman penjara atau hukuman mati. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Kerusakan Parah di Hulu Sungai Ciliwung, Sungai Bekasi dan Sungai Cisadane
- 2 Mourinho Percaya Diri, Incar Kebangkitan Fenerbahce di Liga Europa Lawan Rangers
- 3 Warga Jakarta Wajib Tau, Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja
- 4 Mantap, Warga Jakarta Kini Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja tanpa Harus Nunggu Hari Ulang Tahun
- 5 Lingkungan Hidup, Pemerintah Bakal Terapkan Sanksi Paksaan di Puncak
Berita Terkini
-
Gubernur DKI Jakarta Dukung Peluncuran QRIS TAP untuk Transportasi Publik
-
Tips Mempercantik Ruang Tamu Agar Terlihat Estetik di Hari Lebaran
-
Duterte Ditahan ICC karena Menewaskan 6200-an Orang, HNW: Netanyahu Lebih Layak Ditahan ICC
-
Polri Pamerkan Narkoba yang Disita antara Januari hingga Februari 2025
-
Pesawat American Airlines Terbakar saat Mendarat di Colorado