Neraca Transaksi Berjalan Diperkirakan Defisit 0,65 Persen
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Foto: ANTARA/RIVAN AWAL LINGGAJAKARTA - Neraca transaksi berjalan Indonesia pada 2023 diperkirakan mengalami defisit sebesar 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau menurun dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,1 persen dari PDB.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, dalam keterangan resmi seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Senin (15/5), mengatakan perkiraan defisit tersebut masih terkendali sehingga mendukung stabilitas sektor eksternal hingga taraf tertentu.
Dia memperkirakan ekspor nasional ke depan akan terus melemah karena penurunan harga komoditas lantaran pelemahan permintaan global, di tengah tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga acuan bank-bank sentral yang masih berlanjut.
"Kami masih mengantisipasi surplus neraca dagang yang cenderung mengecil, terutama pada paruh kedua tahun 2023. Namun, surplus neraca dagang dapat bertahan lebih lama dari antisipasi karena harga komoditas akan menurun secara bertahap," katanya.
Faktor yang menahan penurunan harga adalah kenaikan permintaan global karena ekonomi Tiongkok dibuka kembali, produksi minyak OPEC yang menurun, produksi komoditas pangan yang berpotensi menurun karena El Nino, serta krisis energi global yang mereda.
Pakar Sosiologi Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan defisit transaksi berjalan menunjukkan volume impor yang besar dan kinerja ekspor Indonesia tidak kunjung membaik. Masalah tersebut akan semakin menyulitkan program pengentasan kemiskinan.
Sebab itu, dia meminta pemerintah memperkuat substitusi impor terutama produk pertanian untuk menggairahkan ekonomi perdesaan sekaligus menekan defisit transaksi berjalan. "Impor memang tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tapi harus ada subtitusi impor supaya sambil jalan mulai produksi sendiri barang-barang yang selama ini diimpor," kata Bagong.
Dorong Hilirisasi
Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan pemerintah harus mendorong hilirisasi dan mulai mengurangi kebergantungan pada ekspor komoditas dan bahan mentah.
Sebab, kalau masih terus bergantung pada ekspor bahan mentah dan komoditas, harganya sewaktu-waktu bisa turun yang berdampak pada penurunan surplus neraca perdagangan, seperti posisi di triwulan I-2023 dibanding dengan triwulan sebelumnya.
"Penurunan harga komoditas dapat menurunkan surplus perdagangan Indonesia pada 2023 karena ekspor masih didominasi bahan mentah dan komoditas," jelas Riefky.
Estimasi penurunan surplus perdagangan sebagian telah tecermin dalam surplus perdagangan yang lebih rendah pada triwulan I-2023 dibandingkan dengan surplus di triwulan IV-2022 karena turunnya, baik ekspor maupun impor. "Saya sepakat upaya mendorong hilirisasi ini menjadi kunci. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan ini agar pertumbuhan ekonomi bisa terjaga," papar Riefky.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP
- 5 Peningkatan PDB Per Kapita Hanya Dinikmati Sebagian Kecil Kelompok Ekonomi
Berita Terkini
- Megawati dan Paus Fransiskus Bahas Isu Pemanasan Global di Vatikan
- Harry Kane Punya Klausul Pelepasan di Bayern, Bisa Kembali ke Liga Premier?
- Amorim Bicara Soal Rashford dan Keputusan Pecat Nistelrooy
- Jelang Konser Terakhir, Ozzy Osbourne Tak Bisa Jalan karena Parkinson
- Lagi, Dirut Bulog Dicopot. Belum 5 Bulan Menjabat