Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hari Tani - Genjot Produktivitas, Pemerintah Perlu Fasilitasi Pemasaran Hasil Produk Pertanian

Momentum Perbaiki Nasib Petani

Foto : ANTARA/SIGID KURNIAWAN

TANAM KACANG PANJANG - Petani memanen kacang panjang di area persawahan Kelurahan Tosaren, Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (24/9). Petani di daerah tersebut memilih menanam kacang panjang daripada tanaman palawija lainnya karena bisa dipanen mulai usia dua bulan, memiliki siklus panen hingga 18 kali dalam sekali tanam, dan harga jual stabil pada kisaran 4.000-5.000 rupiah per kilogram sehingga dinilai lebih menguntungkan.

A   A   A   Pengaturan Font

Faktor yang dapat mendukung produktivitas pertanian, antara lain kemudahan akses sarana produksi, pemasaran, permodalan, dan juga pendampingan yang berkelanjutan.

JAKARTA - Hari Tani yang diperingati setiap 24 September dinilai menjadi momentum untuk memperbaiki nasib petani. Perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani.

Selama ini, posisi tawar petani dipandang masih sangat lemah. Dalam rantai pasok pertanian, terutama pangan, kebijakan pemerintah cenderung lebih berpihak terhadap kepentingan konsumen ketimbang petani dengan dalih demi stabilisasi harga atau inflasi.

Peneliti Ekonomi Indef, Rusli Abdullah, menilai sampai saat ini belum ada penyelesaian secara faktual yang benar-benar menggenjot daya tawar petani dan skala ekonomi petani kecil. "HET (harga eceran tertinggi), misalnya hanya melindungi konsumen, tetapi petani dibiarkan loss (merugi,red). Buktinya, adanya margin yang besar oleh pedagang beras, justru petani hanya menerima harga stagnan. Jadi, petani tidak bisa menikmati fluktuasi harga yang terjadi di pasar. Hal ini disebabkan oleh rantai logistik yang panjang," tegasnya dalam diskusi virtual di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia mengakui pemerintah sebenarnya sudah mengarah ke sana dengan membuat kelompok petani. Namun, untuk mencapai itu, kelompok tani harus memiliki hamparan lahan dalam satu hamparan. Faktanya, petani lahan kelompok petani terpencar-pencar. Secara mekanisme skala produksi ini tidak efisien. Selain itu, HET, terangnya, dibutuhkan hanya mengatur beras medium karena bersentuhan banyak dengan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Seperti diketahui, mahalnya biaya produksi beras RI membuat disparitas di middle market di rantai distribusi beras nasional. Efeknya, harga beras Indonesia cenderung lebih tinggi dengan gap sangat lebar dibandingkan harga produsen beras dari negara Thailand dan Vietnam.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top