Momentum BPOM Perbaiki Sistem Jaminan Keamanan Mutu Obat
Kepala BPOM, Penny K. Lukito
Foto: ISTIMEWAKemungkinan besar, penyebab dari GGA ini bukan dari infeksi penyakit, tapi dari cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada obat paracetamol sirop dan cair. Menindaklanjuti kasus tersebut, pemerintah segera menghentikan penggunaan obat sirop dan cair. Pengujian dilakukan tidak hanya obat yang dikonsumsi pasien, tapi juga seluruh jenis obat tersebut.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga telah melakukan penelitian obat-obat tersebut. Total ada 100 lebih obat yang diteliti BPOM. Hasilnya terdapat tiga produsen yang memiliki konsentrasi cemaran tinggi EG dan DEG dalam produknya.
Meski begitu, proses penelitian masih terus dilakukan terutama mencari kausalitas antara obat dan kejadian GGA. Untuk mendalami lebih jauh kasus tersebut, M Ma'ruf dari Koran Jakarta mewawancarai Kepala BPOM, Penny K. Lukito dalam beberapa kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.
Bisa dijelaskan langkah BPOM dalam menangani kasus GGA ini?
Pertama, kami memperhatikan WHO Alert pada tanggal 5 Oktober 2022 terkait adanya kasus GGA yang diduga disebabkan empat obat sirop di Gambia. Meski produk obatnya tidak ada di Indonesia, kami memperhatikan konsentrasi cemarannya.
Lalu, tanggal 7 Oktober 2022, beberapa tahapan sudah dilakukan untuk pendalaman dan memahami kasus ini, karena ini sesuatu yang baru. Kami berusaha mencari sampel obat dari para penderita gagal ginjal saat itu.
Pada tanggal 10 Oktober 2022, BPOM mendapat informasi peningkatan gagal ginjal. Kami meminta data-data pasien. Dan pada 20 Oktober dengan keterbatasan data, kami mengembangkan pengujian kami dari sampel obat pasien ditambah kriteria yaitu obat yang diproduksi industri farmasi dengan maturitas rendah.
Kemudian pada tanggal 21 Oktober 2022, kami menerima daftar 102 obat dari Kemenkes berdasarkan data pasien. Lalu, tanggal 31 Oktober 2022, kami sudah mengumumkan tiga produsen yang melakukan pelanggaran. Tiga industri perusahaan farmasi tersebut yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
Apa benar cemaran EG dan DEG belum diatur dalam regulasi?
Untuk trace chemical dari EG dan DEG atau kontaminannya ada dalam Farmakope Indonesia. Itu jadi standar dari produksi obat untuk BPOM melakukan pengawasan dan industri membuat obat. Sayangnya sampai saat ini belum ada standar cemaran dalam bentuk obat. BPOM belum bisa melakukan pengawasan produk obat dikaitkan cemaran EG dan DEG-nya.
Dalam bahan baku ada standar harus memenuhi 0,1 persen mengandung cemaran EG dan DEG. Itu jadi referensi dunia usaha untuk membeli bahan bakunya jadi produk tidak mengandung lebih dari 0,1 persen.
Bagaimana bisa bahan pelarut penyebab cemaran EG dan DEG bisa masuk ke Indonesia?
Gap-nya yang sudah kami temukan, bahan baku masuk ke Indonesia atau yang digunakan industri farmasi tidak menggunakan pengawasan BPOM. Masuk sebagai nonlarangan pembatasan.
Bahan baku yang digunakan sebagai produksi industri farmasi harus pharmaceutical grade dan mendapat Surat Keterangan Impor dari BPOM. Bahan baku pada umumnya, masuk melalui SKI BPOM.
Khusus untuk pelarut Propilen Glikol (PH) dan Polietilen Glikol (PEG) ini, masuk tidak melalui SKI BPOM. Tapi, melalui Kemendag atau nonlarangan pembatasan. Karena tidak melalui SKI BPOM, jadi BPOM tidak melakukan pengawasan ke mutu dan keamanan saat masuk ke Indonesia.
Pelarut ini biasanya digunakan untuk apa saja?
Pelarut ini digunakan oleh industri lain seperti cat, kimia dan tekstil, dan yang lainnya. Seharusnya, pharmaceutical grade masuk ke SKI BPOM, tapi peraturan itu belum ada. Jadi selama ini masuk dan gap itu dimanfaatkan oleh penjahat.
PG dan PEG tidak harus pharmaceutical grade untuk industri lain. Bisa technical atau industrial grade. Jadi, tidak memerlukan proses purifikasi yang tinggi dan berdampak pada tingginya harga. Perbedaan harga ini yang dimanfaatkan para penjahat.
Ada indikasi saat penelusuran bersama polisi untuk menelusuri ke importir kemudian distributor dari bahan pelarut ini untuk melihat indikasi kesengajaan dalam perubahan bahan baku yang tidak melaporkan. Dalam produksi dan edar yang baik apabila mengubah bahan baku harus melaporkan ke BPOM. Itu tidak dilakukan.
Apakah ditemukan juga dalam pencemaran makanan?
Sampai saat ini yang digunakan untuk makanan ada melalui gap tersebut. Sudah dibuktikan dan sampel, diuji juga oleh pakarnya, Sorbitol yang paling banyak dipakai, tapi masih dalam taraf aman.
Apakah BPOM sudah menelusuri produsen bahan baku tersebut?
Kami menelusuri lebih jauh sebab sampai bahan baku tercemar itu tinggi. Dari mana mendapatkan sehingga bisa melihat ke mana lagi didistribusikan. Ternyata dari pendalaman ke suplier ada kemungkinan ini aspek perdagangan internasional. Ini datang dari Thailand, kami sudah mendalami lebih jauh juga.
Bagaimana implementasi sistem jaminan keamanan mutu dan khasiat obat serta apa yang harus dilakukan industri dalam sistem tersebut?
Sistem jaminan keamanan mutu dan khasiat obat di dalamnya ada industri farmasi, pemerintah sebagai pengawas ada Kemenperin, Kemendag, Kemenkes, BPOM, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dalam tahapan tersebut, industri farmasi memiliki kewajiban sesuai sertifikat cara produksi dan distribusi obat.
Mereka harus betul-betul melakukan kewajiban kontrol kualitas dari proses untuk diberi izin produksi dan izin edar. Misal, industri harus mendatangi, tidak hanya mendapat dokumen saja, bahwa bahan baku itu benar-benar diproduksi oleh industri yang memenuhi persyaratan.
Untuk BPOM sendiri seperti apa mekanisme pengawasannya?
Kami mengawasi dari premarket, post market, dan kami memiliki sistem pelaporan efek samping obat seperti kejadian tidak diinginkan yang melibatkan tenaga kesehatan. Harapannya, dari sistem tersebut, apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan langsung bisa dilaporkan, mendatangi dan mengambil sampel, serta melakukan penelusuran.
Sistemnya sudah ada. BPOM melakukan tugasnya dengan upaya pengawasan yang ada. Pengawasan post market, adanya suatu sistem yang disebut e-Meso.
Itu sistem pelaporan apabila ada kejadian yang tidak diinginkan segera tenaga kesehatan melapor ke BPOM jadi bisa langsung mengunjungi mengambil sampel dengan catatan-catatan lengkap. Ini terkait catatan obat. Catatan obat itu kurang lengkap kami terima. Sehingga e-Meso menjadi satu sistem merespons cepat jika ada kejadian yang tidak diinginkan.
Bagaimana peta kepatuhan industri obat saat ini?
Dari 222 industri farmasi yang ada memiliki tingkat maturitas atau kepatuhan pelaksanaan peraturan yang berbeda. Sebanyak 15 persen masuk dalam kategori baik, 59 persen sedang, dan 26 persen tidak baik. Ke depan, maturitas ini bisa dipertimbangkan dalam pembelian obat.
Di atas masih banyak industri farmasi yang baik, sehingga produk-produk memenuhi ketentuan dan harapan kita kepercayaan terhadap industri farmasi di atas tidak terganggu dari ulah para penjahat yang ada di level lemah. Untuk tiga produsen yang melanggar terkait GGA ini mereka berada di level lemah.
Hasil uji obat yang bermasalah itu sendiri sudah sejauh mana?
Penelusuran terhadap seluruh produk obat berbentuk sirop ada 198 produk obat dan 63 industri yang tidak menggunakan PG, PEG, dan sorbitol. Ada obat sirop yang tidak menggunakan pelarut tersebut dan aman.
Hasil sampel dan pengujian, lima dari 38 sampel ditemukan cemaran. Ada kasus beberapa batch yang ditarik seperti Termorex. Kami selalu menguji lagi dengan kajian di bahan baku. Apabila bahan baku menunjukkan pelanggaran atau konsentrasi tinggi dimungkinkan ada di semua batch. Kalau bahan baku baik, yang ditarik hanya batch tertentu saja.
Dari data obat kemenkes dari 102 obat 23 produk tidak menggunakan pelarut tersebut jadi aman. 71 produk diuji menggunakan pelarut tersebut juga aman. Sebanyak lima produk uji mengandung EG dan DEG. Itu sama seperti yang sudah diumumkan dan ada juga tiga produk lainnya.
Apakah sudah bisa disimpulkan kalau penyebab GGA ini adalah obat?
Kami harus melihat hasil uji cemaran dalam produk tidak memenuhi syarat (TMS) ini ada kaitan kausalitas dari kematian atau kesakitan dengan satu per satu obat. Korelasi dimungkinkan, tapi kausalitas harus satu per satu sebab dimungkinkan ada efek kombinasi dari penyebab lainnya. Kami harus menguji produk TMS ini untuk melihat kaitannya dengan pasien meninggal.
Apa sanksi yang diberikan kepada industri farmasi yang melanggar?
Kami memberikan sanksi administrasi, penarikan produk, pemusnahan, dan pencabutan izin edar dari PT Universal, PT Yarindo, dan PT Afi Farma. Kami melakukan sanksi pidana pendalaman pengawasan untuk aspek pidana sesuai dengan UU 36 Pasal 196.
Produk-produk tersebut juga banyak dijual online. Kami melakukan patroli siber dan kami dapatkan 6.000 link menjual. Kami sudah koordinasi untuk penurunan.
Langkah strategis apa yang dilakukan terkait adanya kasus ini?
Ini momen kita (BPOM) dengan peristiwa tragis tersebut untuk memperbaiki sistem jaminan keamanan mutu obat. Selama ini, BPOM menindak selalu dipertanyakan sebab tidak ada korban dan tidak ada yang meninggal, sehingga hukumannya selalu hukuman percobaan dan sangat tidak memberi efek jera. Jauh dari yang paling tinggi pidana 10 tahun.
Adanya kasus ini bisa memperkuat untuk efek jera sebab ada kasus gagal ginjal dan ada kausalitasnya jika bisa kita buktikan. Ini bisa menjadi efek jera dan yurisprudensi ke depan bahwa kejahatan obat dan makanan adalah kejahatan kemanusiaan yang bisa dihukum seoptimal mungkin.
Ada hal penting lagi yang ingin disampaikan?
Kejadian luar biasa gagal ginjal akut pada anak merupakan tragedi yang menyedihkan. Masih membutuhkan kajian epidemiologis lebih komprehensif lagi untuk melihat kausalitasnya. Kita tidak melalaikan sumber-sumber penyebab lain.
Terkait penyebab kaitannya dengan obat sirop anak, itu menjadi tanggung jawab BPOM untuk melihat aspek adanya pelanggaran ini dan memastikan bahwa ini tidak akan terulang lagi. Kami menggali dari temuan persyaratan ada yang patut diduga dengan konsentrasi besar itu ada kaitannya dengan kesakitan dan kematian gagal ginjal anak apabila meminum obat tersebut.
Apabila ada kausalitas nanti terbukti ada kaitan antara obat dan kematian. Ini bentuk kejahatan obat artinya kejahatan kemanusiaan apalagi adanya kematian anak-anak kita.
Menjadi tugas kita bersama supaya peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi. Kami BPOM memastikan ini tidak terjadi lagi dari aspek pengawasan, sistem jaminan keamanan dan mutu obat. Kami memastikan gap-gap yang ada, sehingga dimanfaatkan para penjahat ini, bisa kita perbaiki agar sistem jaminan keamanan mutu obat ini bisa menjamin ke depan tidak terulang lagi.
Redaktur: Redaktur Pelaksana
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hasil Survei SMRC Tunjukkan Elektabilitas Pramono-Rano Karno Melejit dan Sudah Menyalip RK-Suswono
- 2 Cagub DKI Pramono Targetkan Raih Suara di Atas 50 Persen di Jaksel saat Pilkada
- 3 Panglima TNI Perintahkan Prajurit Berantas Judi “Online”
- 4 Tim Pemenangan Cagub dan Cawagub RIDO Akui Ada Persaingan Ketat di Jakut dan Jakbar
- 5 Pemkab Bekasi Diminta Gunakan Potensi Daerah
Berita Terkini
- DPR Kritik Ketidakadilan Regulasi yang Rugikan Peternak Sapi Perah: "Kebijakan Itu Harus Pro-rakyat!"
- Prabowo dan Boluarte Bahas Perjanjian Ekonomi hingga Pemberantasan Narkoba
- Pratinjau Indonesia vs Jepang: Maksimalkan Segala Upaya
- Bapanas: Harga Sejumlah Komoditas Pangan Naik, Cabai Rawit Merah Rp42.630 per Kg
- Daftar Pemain Timnas Indonesia yang Disiapkan untuk Melawan Jepang