Merajut Asa Keseharian di Panggung Teater
Arswendo Atmowiloto (kiri), sastrawan, sekaligus penulis naskah 25 Parade Monolog foto bersama sejumlah pemain seusai mementaskan drama panggung berjudul “Tiga Cerita Prita†di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta.
"Ini semua murni karya-karya saya yang dikembangkan melalui naskah Arifin C. Noer. Proses kreatifnya dulu saya pernah bekerja dengan beliau. Waktu sedang membuat naskah bercerita tentang detektif, beliau meninggal. Jadi saya yang menyelesaikannya. Saya mengerti lah apa yang dimaui beliau, karena saya pernah melakukan kerja bareng, seperti film dan lain sebagainya," ceritanya.
Dalam pola pengembangan naskah monolog gubahan Arswendo ini memang menarik, terkesan ada informasi sepurat isu-isu kekinian. Dalam pementasannya, nampak terselip pesan-pesan moral yang sepertinya musti diingatkan kembali, seperti selalu mengedepankan petuah orang tua, mensyukuri hidup, tidak berprasangka buruk dan juga penggalan fenomena sosial mulai dari teknologi sampai ke persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Secara keseluruhan, pesan yang ingin disampaikan dalam 25 naskah monolog ini ialah untuk melebur suasana menjadi lebih bermakna melalui berkesenian monolog. "Ini bentuk ekspresi kita lah bersenang-senang, bersandirawa tapi kita sadar sedang melakukannya. Gak usah tenggang, maki-maki. Biar lah ada orang begitu, kita tidak perlu ikut-ikutan," ungkapnya. ima/R-1
Berkesenian untuk Belajar
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya