Menyelamatkan Situs Majapahit
Ironisnya, dalam proses pembangunan, akibat penanaman 50 tiang pancang beton di dalam tanah, menga k i b a t kan terjadinya perusakan sejumlah peninggalan bersejarah, seperti dinding sumur kuno, gerabah, dan pelataran rumah kuno.
Yang lebih memprihatinkan, tindakan destruktif juga dilakukan sebagian masyarakat Trowulan yang menggali tanah dan menjadikannya batu bata. Ini sudah menjadi mata pencaharian mereka, bahkan menjadi industri. Kini pertumbuhan industri batu bata itu tampak sulit untuk dikendalikan lagi dan izin untuk mendirikan industri baru bata itu juga terus diberikan. Yang paling parah, pencurian, penggalian serampangan serta perdagangan benda purbakala di pasar gelap sudah lama berlangsung tanpa dapat ditindak secara tegas. Yang terakhir ini jelas merupakan sebuah vandalisme yang patut dikutuk.
Akibatnya hari-hari ini, situs Majapahit benar-benar memasuki fase paling pahit dalam perjalanan sejarahnya. Jika tidak ada upaya penyelamatan segera, jelas situs Majapahit akan menjadi puing-puing yang hancur dan tidak lagi memiliki nilai sejarah. Padahal situs Trowulan adalah salah satu saksi sekaligus bukti kita memiliki nenek moyang dengan peradaban tinggi dan tidak kalah dengan bangsa-bangsa di Eropa.
Bayangkan saja misalnya, dalam era Majapahit, multikulkulturalisme atau penghargaan pada keragaman dan perbedaan sudah dijunjung tinggi. Temuan koin emas bertuliskan lafadz syahadat dan tulisan di nisan Sunan Gresik bisa jadi buktinya.Memang semua pakar sejarah tentag Majapahit sepakat bahwa Majapahit adalah kerajaan agro-maritim yang multikultural.
Majapahit, terlebih dengan Sumpah Palapa Gajahmada telah menyatukan pulau-pulau di wilayah Nusantara. Perdagangan dan komunikasi dari berbagai daerah, termasuk dari luar Majapahit membuat warga Majapahit tidak alergi pada perbedaan.Kita tidak akan tahu semua ini, jika bukti-bukti historisnya dirusak.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya