Menyelamatkan Situs Majapahit
Sejarah adalah rekontruksi tentang masa lalu. Tantangan terbesar kerja di bidang sejarah adalah godaan untuk melebih-lebihkan sehingga fakta-fakta yang disajikan lebih dimaksudnya untuk melayani kesenangan (subyektif atau kelompok) atau kekuasaan sehingga berbagai potongan kebenaran yang berserakan dan memiliki benang merah satu sama lain menjadi tidak lagi berkaitan.Yang muncul ke permukaan bukan realitas obyektif yang utuh. Akibatnya, kebenaran termanipulasi, obyektivitas melemah dan publik dibohongi.
Padahal dari beragam ahli atau sejarawan yang merekonstruksi Majapahit sampai sejauh ini, semua sepakat bahwa Majapahit bukan kerajaan bercorak Islam. Bagi penulis, apa yang dihebohkan di media sosial tentang Majapahit atau Gajahmada tidak lebih hanya sekedar "hoax", mirip hoax untuk menyudutkan presiden kita, oleh penulis buku "Jokowi Undercover" yang mendasarkan tulisannya pada sumber sumber hoax. Jangan lupa rekontruksi sejarah itu harus ilmiah.
Lebih Urgen
Maka yang lebih urgen untuk kita sekarang daripada merespons hoax sejarah seperti di atas, adalah bagaimana kita bisa menyelamatkan situs Majapahit yang tengah dalam kondisi rusak. Misalnya sebuah situs berupa struktur batubata yang diduga peninggalan Kerajaan Majapahit di Kabupaten Mojokerto, dilaporkan mengalami kerusakan akibat dijarah sekelompok orang (BBC, 8/4/2017).
Sebelum kejadian di atas, situs Majapahit di Trowulan ternyata justru sengaja dirusak pemerintah sendiri. Seperti diketahui, di bekas ibu kota Kerajaan Majapahit itu semula hendak dibangun Majapahit Park seluas 2.190 meter persegi. Majapahit Park adalah proyek untuk menyatukan situs-situs peninggalan ibu kota Majapahit di Trowulan dalam sebuah konsep taman terpadu. Tujuannya untuk menyelamatkan situs dan benda cagar budaya dari kerusakan serta untuk menarik wisatawan.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya