Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menutup Ruang Politik Uang

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Moh Nurul Huda

Ajang demokrasi lima tahun sekali menyisakan ironi yang tak kunjung tuntas. Problematika yang menjalar di area pemilihan umum (pemilu) juga senantiasa menyebabkan fluktuasi perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin menjalar ke sendi-sendi kehidupan. Dalam konteks ini, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Pariaman, Riswan, mengatakan bahwa salah satu penyebab korupsi yang semakin dominan karena terbukanya koloni politik uang yang semakin menggejala. Budaya korupsi di beragam sektor pemerintahan tak kunjung tuntas pemberantasannya.

Sejalan dengan kenyataan demikian,Hendardi (2018) juga mengatakan, sejak pemilu legislatif 1999 digelar, elite partai politik telah menggunakan cara menabur uang atau barang kepada pemilih untuk memenangkan hajatan kenegaraan. Cara kotor ini akhirnya semakin mengerupsi dan diwarisi pemilu-pemilu setelahnya.

Kisah-kisah tentang politik uang yang semakin marak membuka jalan-jalan kemenangan pada pilkada langsung 2005 dan pilkada serentak tahun 2015 dan 2017. Ini memberi isyarat terbukanya ruang-ruang politik uang yang tak bisa dikendalikan. Maka, istilah-istilah politik biaya tinggi, mahar politik, sewa perahu, serta merta menggambarkan kekuasaan politik bisa dijamah dengan uang.

Perhelatan perebutan tahta dan kuasa memang tak selalu berimbang ketika hanya didominasi uang. Integritas pemimpin yang idealnya harus lebih memadai ketimbang masyarakatnya, juga kerap kali tercederai. Ini karena mobilisasi biaya politik yang tidak sepadan. Belajar dari perjalanan pemilu-pemilu lalu, meski aturan politik uang sudah dikumandangkan, tetapi tidak menyurutkan problem politik uang.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top