Mental Lulusan SMK Harus Diperkuat
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.
Foto: Koran Jakarta/M FachriJAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyebut, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus memiliki mental yang kuat. Menurutnya, pembelajaran di SMK saat ini belum menyentuh ranah pembentukan mental siswa dengan optimal.
"Saya melihat pendidikan terutama di SMK sekarang ini terlalu bergerak di knowledge dan skill based, tetapi dari sisi mental itu belum disiapkan dengan baik," ujar Muhadjir, dalam acara Gelar Karya Revolusi Mental, di Jakarta, Selasa (30/4).
Dia menerangkan, hal tersebut penting untuk mempercepat penyerapan lulusan SMK dalam pasar kerja. Menurutnya, mental yang kuat membuat lulusan dapat optimal dalam bekerja.
"Nanti dia akan bisa fokus di dalam pekerjaannya. walaupun terampil atau kecakapannya tinggi, tanpa ada bekal pembentukan mental yang baik itu akan sia-sia," jelasnya.
Reorientasi Program
Muhadjir menambahkan, SMK juga perlu untuk mereorientasi program-program agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Menurutnya, penyesuaian tersebut lebih penting untuk fokus pada kebutuhan tenaga kerja lokal domestik.
Dia menambahkan, pemerintah daerah perlu juga membuat perencanaan terkait ketenagakerjaan. Jangan sampai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri di daerah tidak sesuai dengan lulusan institusi pendidikan.
"Kalau itu sudah dilakukan dengan baik saya yakin kita bisa memastikan bahwa mereka yang usia produktif itu setelah mendapatkan pendidikan dan pelatihan bisa mendapatkan pekerjaan yang tepat," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Warsito menyoroti tingginya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia. BPS mencatat, jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 5,32 persenatau 7,86 juta orang per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja.
"Tentu angka ini menjadi penting untuk kita semua, meskipun trennya menurun. Karena kalau kita lihat TPT negara maju hampir semuanya di bawah 4 persen,"ucapnya.
Dia menerangkan TPT yang dimiliki Indonesia memiliki substansi yang berbeda dengan yang dimiliki oleh sejumlah negara maju tersebut. Menurutnya, TPT di Indonesia umumnya diakibatkan oleh adanya masyarakat yang belum bekerja, sedang kuliah/sekolah dan mencari kerja, baru lulus kuliah/sekolah dan baru mau mencari kerja, serta orang yang baru berhenti kerja, dan sedang ingin mencari pekerjaan baru.
"Sementara di negara maju, angka TPT dipengaruhi dengan dinamika perkembangan industri dan bisnis, yang memerlukan skilling, reskilling, dan upskilling yang baru, sebagai tanda dari ekonomi yang berkembang," terangnya. ruf/S-2
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia