Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menimbang Pindah Ibu Kota

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Soal biaya memang sangat penting dalam projek besar pemindahan ibu kota. Bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang utama. Namun saya bukan dalam kapasitas untuk menjabarkan aspek ekonomi tersebut, biarlah para ekonom "berakrobat" memikirkan sumber pendanaannya. Saya ingin menjabarkan beberapa pertimbangan pemindahan ibu kota di samping aspek pembiayaan tersebut.

Pemindahan ibu kota, baik itu dalam bentuk membangun ibu kota yang benar-benar baru, ataupun ibu kota tetap di Jakarta tetapi pusat pemerintahan berpindah ke tempat lain, tidak akan luput dari dua hal.

Pertama, soal apa saja yang mau dipindahkan. Dalam konstitusi Republik Indonesia, setidaknya ada dua pasal yang menyinggung ibu kota negara. Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota negara. Lalu, ada Pasal 23G ayat (1) yang menegaskan BPK berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Ketentuan senada ditemukan dalam beberapa Undang-Undang, yang mengharuskan lembaga tertentu berkedudukan di Ibukota negara.

Perpindahan ibu kota negara berarti lembaga-lembaga negara tentu harus sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang. Sebagai contoh penentuan lembaga yang bakal dibawa pindah, sebagaiaman MPR harus bersidang di ibukota baru; demikian pula kantor pusat BPK harus berpindah.

Jika DPR dan DPD tetap berada di Jakarta dan hanya saat sidang MPR berangkat ke Ibukota negara baru, beban biaya yang harus ditanggung sangat besar. Apalagi jika Rapat Dengar Pendapat (RDP) menteri kabinet digelar di Jakarta, sedangkan Presiden dan menterinya berkantor di ibukota negara yang baru.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top