Menantikan Petunjuk Baru The Fed Jelang Akhir Perkan
Foto: ISTIMEWAJAKARTA – Seiring minimnya sentimen dari dalam negeri, pergerakan rupiah bakal dipengaruhi faktor eksternal, terutama perkembangan ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi melihat fokus investor pekan ini tertuju pada rilis data payroll nonpertanian utama di AS. Data tersebut nantinya menjadi petunjuk lebih lanjut terhadap prospek penyesuaian suku bunga acuan oleh bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).
“Selain itu, investor tetap waspada karena Asia menghadapi risiko geopolitik yang meningkat, termasuk momok tarif perdagangan AS di bawah pemerintahan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan datang,” ujarnya dalam rilis di Jakarta, kemarin.
Karenanya, Ibrahim memproyeksikan kurs rupiah terhadap dollar AS dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Jumat (6/12), bergerak fluktuatif di kisaran 15.850-15.910 rupiah per dollar AS.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada perdagangan, Kamis (5/12) sore, menguat 75 poin atau 0,47 persen dari sehari sebelumnya menjadi 15.862 rupiah per dollar AS. Penguatan terjadi di tengah pasar menunggu rilis data ketenagakerjaan Non-Farm Payroll AS.
Menurut Ibrahim, pergerakan rupiah dipengaruhi sentimen eksternal yaitu investor regional merasa sedikit lega karena pidato Gubernur The Fed, Jerome Powell di sebuah acara New York Times yang mengisyaratkan ekonomi AS dan suku bunga. “Powell mengisyaratkan kekuatan ekonomi AS dan tidak meremehkan ekspektasi untuk penurunan suku bunga pada bulan Desember, meskipun dia mengisyaratkan pendekatan yang lebih hati-hati terhadap pelonggaran di masa mendatang,” ucapnya.
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Rilis Poster Baru, Film Horor Pabrik Gula Akan Tayang Lebaran 2025
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- 5 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal