Makin Terungkap Pelanggarannya, Saksi: PT Timah Tetap Kerja Sama Sewa Smelter Meski Biaya Kemahalan
Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Foto: ANTARA/Agatha Olivia VictoriaJakarta - Saksi kasus dugaan korupsi timah, Abdullah Umar Baswedan mengungkapkan PT Timah Tbk. tetap meneken kerja sama sewa smelter dengan lima smelter swasta meski telah mengetahui biaya yang disepakati kemahalan.
Abdullah, yang merupakan Kepala Divisi Keuangan PT Timah, mengungkapkan biaya yang disepakati untuk kerja sama sewa smelter tersebut mencapai di atas 3.000 dolar Amerika Serikat (AS) per metrik ton.
"Dalam rapat disepakati dengan nilai itu. Setelah rapat saya sampaikan bahwa biaya itu terlalu mahal," kata Abdullah dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Dirinya mengaku menyampaikan hal tersebut kepada Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Ia juga telah menyampaikan bahwa harga sewa smelter di PT Timah Unit Metalurgi Muntok biasanya hanya sekitar 1.000 dolar AS, sangat jauh berbeda dari kesepakatan dengan para smelter swasta.
Kendati demikian, Abdullah menyebutkan saat itu Alwin menilai tak ada masalah mengenai biaya tersebut karena PT Timah memiliki margin biaya, sehingga sudah diperhitungkan.
"Setelah itu saya tidak terinfo lagi, termasuk pembicaraan dan seterusnya. Terus tiba-tiba terinfo ada kerja sama," ucap dia.
Abdullah bersaksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. tahun 2015-2022 yang menyeret antara lain tiga petinggi smelter swasta sebagai terdakwa.
Ketiga petinggi smelter swasta dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, serta Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie.
Ketiganya didakwa terlibat dalam kasus korupsi itu sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang didakwakan perbuatan serupa.
Dengan begitu, perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3junctoPasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kendati demikian khusus Tamron, terancam pula pidana dalam Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tamron melakukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Lulus Semua, 68 Penerbang AL Tuntaskan Kursus Peningkatan Profesi Selama Setahun
- 3 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 4 Pemerintah Jamin Stok Pangan Aman dengan Harga Terkendali Jelang Nataru
- 5 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
Berita Terkini
- Indonesia Episentrum Penting Sejarah Evolusi Manusia
- Libur Hari Natal, ASDP Catat 44.800 orang Tinggalkan Jawa menuju Sumatera
- Tingkatkan TKDN Laptop Nasional, Zyrex Gandeng UGM dan Xacti
- Tim SAR evakuasi enam pendaki tersesat di Gunung Ponteoa
- Menhut: Pendakian Semeru dibuka hanya sampai Ranu Kumbolo