Mafia Minyak Goreng
Romli Atmasasmita - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran
Foto: ISTIMEWAJudul di atas yang saat ini terjadi dalam skala besar antikorupsi sangat cocok dengan pengertian korupsi dalam Undang- Undang (UU) Pemberantasan Korupsi yang antara lain merupakan perbuatan melawan hukum meraih keuntungan diri sendiri, orang lain atau korporasi dan menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Dipastikan perbuatan membeli, menimbun, dan memperdagangkan minyak goreng dalam kondisi krisis perdagangan saat ini dilakukan oleh pelaku korporasi besar bukan hanya perorangan. Hal itu disebabkan pembelian, penimbunan dan perdagangan minyak goreng terjadi dalam skala besar yaitu lebih dari satu ton baik impor maupun ekspor.
Jumlah pelaku korporasi minyak goreng termasuk nama badan hukum dan pengurusnya telah tercatat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak lama dan pasti telah diketahui pihak berwajib. Operasionalisasi/aktivitas perdagangan menurut UU Nomor 7 tahun 2014 dibedakan perdagangan dalam negeri, perdagangan luar negeri, dan perdagangan perbatasan.
Mafia minyak goreng dipastikan telah melakukan kegiatannya di tiga kategori aktivitas tersebut dan pelakunya dipastikan adalah salah satu atau dua atau lebih telah tercatat di dalam list korporasi di Kemendag. Hal ini disebabkan tidak ada satu pun koporasi minyak goreng yang terbebas dan lolos dari pencatatan Kemendag.
Keterlibatan Internal
Dikhawatirkan, ada dugaan keterlibatan internal Kemendag di pusat atau daerah dan pelaku korporasi yang tergolong mafia minyak goreng. Makna mafia itu sendiri adalah organisasi terstruktur, ada kepengurusan dan bagian marketing dan "tentara bayaran" di dalamnya untuk pengamanan illegal marketing baik yang bersifat nasional maupun transnasional.
Dalam kondisi terorganisasi maka mafia minyak goreng tepat dimasukkan sebagai salah satu pelaku kejahatan terorganisasi transnasional sebagai telah diatur dan diancam sanksi internasional dalam Konvensi PBB United Nations Covention Against Transnational Organized Crimes tahun 2000.
Indonesia telah meratifikasi dengan UU Nomor 5 tahun 2009. Konsep transnasional, intinya lintas batas nasional suatu negara secara ilegal. Organisasi kejahatan adalah korporasi legal akan tetapi melakukan kegiatan ilegal sebagai mata pencarian pokok disamping pencarian yang legal; pencarian legal dijadikan kedok kegiatan yang ilegal dengan tujuan memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan tidak membayar devisa dan pajak (Ppn) kepada negara (biaya sekecil mungkin).
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 29 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan telah ditentukan pelaku perdagangan nasional dan luar negeri: importir, eksportir, pelaku usaha. distributor, UMKM, dan produsen.
Rantai perdagangan menurut peraturan pemerintah mulai produsen sampai dengan konsumen merupakan rangkaian proses yang panjang dan rumit dengan banyak regulasi yang senyatanya tidak memudahkan alur jarak sejak produksi, distributor sampai ke konsumen.
Naik turunnya produksi minyak goreng tergantung dari harga pasaran yang terjadi setiap hari. Jika permintaan meningkat jelas dan pasti harga komoditi khusus minyak goreng meningkat apalagi tidak atau jarang terdapat kelangkaan di pasaran disebabkan perbuatan distributor sampai terjadi penimbunan dalam jumlah skala besar (ton).
Kelangkaan minyak goreng yang disebabkan perbuatan disengaja menimbun barang produksi minyak goreng terang dan jelas merupakan tindak pidana disengaja (dolus) tidak ada celah hukum karena lalai (culpa) apalagi peristiwa kelangkaan minyak goreng di pasaran termasuk perbuatan korporasi distributor berskala besar sehingga seharusnya dalam penyidikan dan penuntutan pengurus distribusi dan korporasinya ditetapkan sebagai tersangka dan masing-masing ditetapkan terpisah satu sama lain.
Penyidikan dan penuntutan kasus minyak goreng harus ditempatkan sebagai tersangka korupsi karena KUHP tidak mengakui korporasi khususnya sebagai subjek hukum yang dapat dipidana dan diminta pertanggungjawaban pidana.
Perbuatan yang Dilarang
Peristiwa atau kasus penimbunan minyak goreng sebagai bahan pangan kebutuhan masyarakat luas merupakan lingkup pengaturan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Konsumen. Di dalam UU aquo terdapat 10 jenis perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha termasuk distributor.
Perbuatan yang dilarang itu, antara lain (a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan, dan pelaku usaha harus bertanggung jawab atas pelanggaran ketentuan UU perlindungan konsumen, antara lain pemberian ganti rugi.
Namun pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Jika pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut adalah merupakan kesalahan konsumen maka pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab pidana.
Di dalam UU aquo, telah ditetapkan pula bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Berdasarkan ketentuan UU Perlindungan Konsumen sebagaimana diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran atas ketentuan UU Perlindungan Konsumen memiliki dua aspek hukum, yaitu aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana.
Begitu pula telah ditetapkan keberadaan sanksi administrattif dan sanksi pidana. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak 200 juta rupiah. Sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan dipidana dengan pidana denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Selain sanksi perdata dan pidana, UU Perlindungan Konsumen telah menetapkan sanksi pidana tambahan berupa: a. perampasan barang tertentu; b. pengumuman keputusan hakim; c. pembayaran ganti rugi. d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. pencabutan izin usaha.
Berangkat dari jenis sanksi yang terdapat dalam UU tersebut, jelas tidak ada alasan pemaaf dan apalagi alasan pembenar perbuatan pengusaha melakukan pembelian besar-besaran dan melakukan penimbunan minyak goreng melampaui batas yang dibolehkan dalam UU, apalagi dengan tujuan memperoleh keuntungan berlebihan di tengah-tengah penderitaan masyarakat untuk memperoleh minyak goreng untuk keperluan sehari-hari.
Kita harapkan proses penyidikan dan penuntutan pelaku usaha yang melakukan perbuatan/kejahatan dalam masalah minyak goreng segera disidangkan dan dituntut hukuman maksimal untuk menimbulkan jera untuk mengulangi perbuatan melanggar UU tentang Perlindungan Konsumen, khususnya UU yang mengatur perdagangan bahan pangan nasional di masa yang akan datang.
Berita Trending
- 1 Cagub Khofifah Pamerkan Capaian Pemprov Jatim di Era Kepemimpinannya
- 2 Ini Klasemen Liga Inggris: Nottingham Forest Tembus Tiga Besar
- 3 Cawagub Ilham Habibie Yakin dengan Kekuatan Jaringannya di Pilgub Jabar 2024
- 4 Cagub Luluk Soroti Tingginya Pengangguran dari Lulusan SMK di Jatim
- 5 Cagub Risma Janji Beri Subsidi PNBP bagi Nelayan dalam Debat Pilgub Jatim
Berita Terkini
- Arah Pembangunan Pusat dan Daerah Harus Selaras
- Jaga Wibawa Institusi, Pimpinan Harus Buka Borok Birokrat yang Korup
- Harris-Trump Terus Kampanye saat 75 Juta Warga Telah Mencoblos
- Dokter Spesialis Ini Ingatkan Aktivitas dan Latihan Fisik Rutin Bisa Kurangi Risiko Stroke
- Indonesia dan Russia Gelar Latgab Angkatan Laut