Dokter Spesialis Ini Ingatkan Aktivitas dan Latihan Fisik Rutin Bisa Kurangi Risiko Stroke
Ilustrasi: Sejumlah warga berolahraga lari di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/10/2024).
Foto: ANTARA/Didik SuhartonoJakarta - Dokter spesialis kedokteran olahraga Caleb Leonardo Halim mengatakan aktivitas fisik dan latihan fisik yang dilakukan dengan rutin secara tidak langsung dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit stroke.
Ia menyebutkan aktivitas fisik ringan yang dikombinasikan dengan latihan fisik dapat membantu terkontrolnya gula darah untuk tidak berkembang menjadi diabetes, serta membantu perbaikan tekanan darah menjadi lebih baik. Semua itu pada akhirnya dapat berujung sebagai upaya menurunkan risiko stroke pada kemudian hari.
“Penyakit stroke itu gangguannya di pembuluh darah. Gangguan pembuluh darah biasanya kebanyakan akibat penyakit-penyakit lain yang didapatkan karena gaya hidup yang kurang baik, salah satunya adalah kurangnya aktivitas fisik,” kata Caleb dalam diskusi daring Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan aktivitas fisik dan latihan fisik memiliki perbedaan makna. Aktivitas fisik pada prinsipnya merupakan upaya sederhana untuk menggerakkan tubuh dengan berjalan kaki hingga naik turun tangga. Sedangkan latihan fisik berarti bukan hanya ditandai dengan keluarnya keringat, melainkan juga dilakukan dalam program yang terukur dan diulangi secara berkala.
“Misalnya naik turun tangga. Kalau cuma sesekali, berarti aktivitas fisik. Tapi kalau setiap hari membiasakan diri naik turun tangga, itu bisa menjadi latihan fisik. Jadi ada progresnya,” kata dia.
Caleb mengingatkan pentingnya untuk menggerakkan tubuh sejenak jika seseorang melakukan pekerjaan sehari-harinya hanya dengan duduk dan menatap layar komputer atau laptop. Ia menyarankan untuk beristirahat dari aktivitas layar (sitting break) dengan cara berdiri dan berjalan setidaknya satu hingga dua jam sekali. Dengan begitu, peredaran darah lancar dan otot tidak kaku.
“Bahkan sebenarnya penelitian bilang bergerak berapapun lamanya itu sudah lebih baik. Bahkan cuma ada waktu 5-10 menit bergerak dan jalan, misalnya cari makan siang di luar, itu sudah baik. Nanti agak siang atau sore, jalan lagi 5-10 menit. Kemudian pulang dari kantor, jalan 5-10 menit. Total sudah 30 menit dalam satu hari,” kata dia.
Adapun pada latihan fisik, Caleb mengatakan terdapat rumus yang perlu diingat dan dilakukan masyarakat untuk mencapai manfaat yang efektif yaitu FITT yang merupakan kepanjangan dari Frequency (frekuensi), Intensity(intensitas), Time (waktu atau durasi), dan Type(jenis latihan fisik). Rumus ini berlaku baik untuk latihan kardio maupun latihan otot.
Pada latihan kardio, frekuensi yang direkomendasikan yaitu tiga hingga lima kali per minggu. Bagi pemula, latihan kardio bisa dimulai dari satu kali per minggu dan kemudian terus meningkat.
Intensitas atau tingkat kesulitan latihan fisik yang direkomendasikan untuk pemula dimulai dari rendah ke sedang (low to intermediate). Menurut Caleb, jogging santai disertai dengan mengobrol juga sudah cukup bagi pemula.
Durasi yang dibutuhkan untuk latihan kardio secara efektif yaitu minimal 150 menit secara akumulasi. Jika latihan kardio dilakukan selama 30 menit sehari dan rutin diulangi dalam lima hari, Caleb mengatakan bahwa upaya tersebut sudah cukup ideal.
Adapun tipe atau jenis latihan kardio yang direkomendasikan bagi pemula yaitu yang termasuk dalam kategori low impact. Apabila kondisi sendi memang prima, Calem mempersilakan masyarakat untuk mengombinasikan kardio low impact dengan high impact.
Rumus FITT juga bisa diterapkan untuk latihan otot atau latihan beban, meskipun terdapat sedikit perbedaan jika dibandingkan latihan kardio. Pada latihan otot, frekuensi yang disarankan cukup dua hingga tiga kali dalam seminggu per kelompok otot serta intensitasnya mulai dari sedang ke berat.
Calem menyebutkan durasi latihan otot sebetulnya tidak ada batasan tertentu selama tidak terlalu lama atau tidak terlalu berlebihan. Adapun tipe atau jenis latihan otot dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi, baik menggunakan barbel ataupun tanpa barbel seperti push up, sit up, dan seterusnya.
“Sedangkan kalau aktivitas fisik, sebenarnya (rumusnya) cuma satu. Kurangi waktu duduk. Jangan duduk kelamaan. Kalau duduk pun harus ada sitting break. Durasi duduk, konsensusnya secara saklek belum ada. Ada yang bilang maksimal enam jam dalam sehari, ada yang bilang delapan jam sehari. Tapi tetap, jangan sampai duduk melebihi waktu itu. Harus ada berdirinya lebih banyak, bergeraknya lebih banyak,” kata Caleb.
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Memalukan Tawuran Antarwarga di Jaktim Ini, Polisi Tangkap 18 Orang Pelaku
- Yang Mau Jalan-jalan Simak Prakiraan BMKG Ini, Jakarta Diprediksi Hujan Ringan Pada Sabtu Sore
- Mabes Polri Asistensi Penyelidikan Kasus Polisi Tembak Polisi
- Ini Hasil Undian UEFA Nations League: Belanda vs Spanyol, Italia vs Jerman
- Masyarakat Perlu Dilibatkan Cegah Gangguan Mental Korban Judol