Senin, 25 Nov 2024, 19:30 WIB

Laporan HRW: Geng-geng Haiti Memperluas Penggunaan Kekerasan Seksual

Pemerkosaan telah menjadi hal yang biasa di Haiti.

Foto: Istimewa

WASHINGTON - Lembaga non profit, Human Rights Watch (HRW), baru-baru ini melaporkan, meskipun konflik antara kelompok kriminal di Haiti menurun selama tahun 2024, serangan terhadap warga sipil meningkat, termasuk meluasnya penggunaan pelecehan seksual yang mengerikan.

"Kelompok kriminal sering menggunakan kekerasan seksual untuk menimbulkan rasa takut di wilayah lawan," kata kelompok yang berpusat, di New York tersebut.

"Aturan hukum di Haiti sangat rusak sehingga anggota kelompok kriminal memperkosa gadis atau wanita tanpa takut akan konsekuensi apa pun," menurut peneliti HRW, Nathalye Cotrino.

Dikutip dari The New Indian Express, HRW mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah wawancara baik langsung maupun jarak jauh dengan para penyintas pelecehan seksual di negara Karibia yang miskin itu, serta dengan pejabat dan pekerja hak asasi manusia serta kemanusiaan.

"Dari Januari hingga Oktober tahun ini, hampir 4.000 anak perempuan dan perempuan melaporkan kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan berkelompok," kata HRW. 

Serta mengutip penelitian PBB yang menunjukkan kasus yang melibatkan anak-anak naik 1.000 persen dari periode 2023. "Para bandit tidak peduli dengan usia mereka," kata seorang pekerja bantuan.

"Mereka memperkosa karena mereka punya kekuasaan. Kadang-kadang mereka melakukannya selama berhari-hari atau berminggu-minggu, sehingga beberapa korban hamil di negara yang melarang aborsi -atau terluka tanpa akses ke perawatan."

Seorang ibu berusia 25 tahun mengatakan dia diperkosa beramai-ramai oleh empat pria saat mencari air untuk anak-anaknya. "Dulu mereka tidak melakukan ini, tetapi sekarang mereka melakukan apa pun yang mereka mau," katanya.

"Pemerkosaan telah menjadi hal yang biasa sehingga sebagian besar perempuan yang datang kepada kami berkata, Mereka memang memperkosa saya, tetapi setidaknya mereka tidak membunuh saya," kata seorang pekerja kemanusiaan.

Meningkatnya kekerasan telah membuat sistem kesehatan berada di ambang kehancuran.

Doctors Without Borders, yang  juga dikenal dengan Médecins Sans Frontières (MSF) dan yang telah lama menyediakan perawatan darurat gratis di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, menghentikan layanan di sana setelah adanya serangan terhadap personelnya serta "ancaman pembunuhan dan pemerkosaan terhadap staf MSF dari anggota Kepolisian Nasional Haiti."

Serangan terakhir ini menyusul tuduhan bahwa MSF memberikan dukungan medis kepada kelompok kriminal. Organisasi tersebut mengatakan bahwa mereka "memberikan perawatan kepada semua orang hanya berdasarkan kebutuhan medis."

HRW mengimbau masyarakat internasional untuk segera meningkatkan pendanaan guna mendukung respons yang meningkatkan keamanan dengan tetap menghormati hak asasi manusia.

Di antara langkah-langkah lainnya, ia mendesak pemerintah untuk mendekriminalisasi aborsi; menyediakan dukungan yang memadai bagi korban pelecehan; dan mendisiplinkan petugas polisi yang telah mengancam MSF.

Sementara itu, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Children's Fund (UNICEF), belum lama ini mengatakan, jumlah anak-anak di Haiti yang direkrut oleh kelompok bersenjata telah melonjak hingga 70 persen tahun lalu. 

Dikutip dari Barron, UNICEF memperingatkan pada hari Minggu (24/11), anak-anak merupakan hampir separuh dari keanggotaan geng.

Haiti telah menderita ketidakstabilan politik selama beberapa dekade, tetapi dalam beberapa bulan terakhir, negara Karibia itu telah mengalami lonjakan kekerasan dengan geng-geng yang kini menguasai 80 persen ibu kota Port-au-Prince.

"Lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, yang tercatat antara kuartal kedua tahun 2023 dan 2024, menunjukkan krisis perlindungan yang semakin memburuk bagi anak-anak di Kepulauan Karibia yang dilanda kekerasan," kata UNICEF dalam sebuah pernyataan.

"Saat ini, hingga setengah dari seluruh anggota kelompok bersenjata adalah anak-anak."

Lonjakan perekrutan anak-anak telah dipicu oleh meningkatnya kekerasan, kemiskinan yang meluas, kurangnya pendidikan, dan hampir runtuhnya infrastruktur penting, kata pernyataan itu.

"Anak-anak di Haiti terjebak dalam lingkaran setan, direkrut ke dalam kelompok bersenjata yang memicu keputusasaan mereka, dan jumlahnya terus bertambah," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell dalam pernyataan tersebut.

"Tren yang tidak dapat diterima ini harus diubah dengan memastikan keselamatan dan kesejahteraan anak diprioritaskan oleh semua pihak," tutupnya.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: