
Korut akan Kirim Lebih Banyak Pasukan ke Russia
Tentara Korut berbaris dalam upacara penyambutan kedatangan Menhan Russia di Bandara Internasional Pyongyang pada 29 November lalu. Pada Jumat (24/1), Korsel menduga bahwa Korut saat ini sedang bersiap mengirim lebih banyak pasukan ke Russia
Foto: AFP/KCNA VIA KNSSEOUL - Militer Korea Selatan (Korsel) pada Jumat (24/1) mengatakan bahwa mereka mencurigai Korea Utara (Korut) sedang bersiap mengirim lebih banyak pasukan ke Russia untuk melawan pasukan Ukraina, bahkan setelah menderita kerugian dan melihat beberapa tentaranya ditangkap.
"Empat bulan telah berlalu sejak pengiriman pasukan untuk perang Russia-Ukraina, dan banyaknya korban dan tawanan telah terjadi, (Korut) diduga tengah mempercepat langkah-langkah tindak lanjut dan persiapan untuk pengiriman pasukan tambahan," kata Kepala Staf Gabungan (JCS) dalam sebuah pernyataan.
Selain itu Korut juga sedang mempersiapkan peluncuran satelit mata-mata dan misil balistik antarbenua (ICBM), meskipun belum ada tanda-tanda tindakan segera, kata JCS.
- Baca Juga: UNICEF: Polusi Udara Sebabkan 100 Kematian per Hari
- Baca Juga: Pesawat Hilang Kontak di Alaska
Menurut perkiraan Ukraina dan Barat, Pyongyang telah mengerahkan sekitar 11.000 tentara untuk mendukung pasukan Moskwa di wilayah Kursk barat Russia, menurut penilaian Ukraina dan Barat, dan kini ada lebih dari 3.000 orang terbunuh atau terluka, menurut Kyiv.
Meskipun Moskwa dan Pyongyang awalnya menolak laporan tentang pengerahan pasukan Korut, Presiden Russia, Vladimir Putin, pada Oktober lalu tidak membantah bahwa tentara Korut berada di Russia dan seorang pejabat Korut mengatakan bahwa pengerahan semacam itu akan sah secara hukum.
Langkah Trump
Sementara itu dari Washington DC dilaporkan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan menghubungi Kim Jong-un lagi. Hal itu disampaikan Presiden Trump dalam sebuah sesi wawancara yang ditayangkan pada Kamis (23/1).
Ketika ditanya dalam sesi wawancara dengan Fox News apakah ia akan menghubungi Kim Jong-un lagi, Trump menjawab: "Ya, tentu saja. Ia menyukai saya."
Korut mengatakan pihaknya sedang mencari senjata nuklir untuk melawan ancaman dari AS dan sekutunya, termasuk Korsel.
Kedua Korea secara teknis masih berperang karena konflik tahun 1950 hingga 1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Korut yang telah melakukan banyak uji coba nuklir dan secara berkala menguji tembak misil dari persenjataan balistiknya, juga suka memuji program nuklirnya sebagai tanda prestisenya.
Washington DC dan negara lain memperingatkan bahwa program tersebut tidak stabil, dan PBB telah mengeluarkan sejumlah resolusi yang melarang upaya Korut.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio mencap Kim Jong-un sebagai diktator selama sidang konfirmasi Senat awal bulan ini.
"Saya pikir harus ada keinginan untuk mencermati kebijakan Korut yang lebih luas dengan sangat serius," kata Menlu Rubio.
Rubio pun menyerukan upaya untuk mencegah perang Korut dengan Korsel dan Jepang dan untuk melihat apa yang dapat AS lakukan untuk mencegah krisis tanpa mendorong negara-negara bangsa lain untuk mengejar program senjata nuklir mereka sendiri.
Pyongyang menembakkan beberapa misil balistik jarak pendek pada hari-hari menjelang pelantikan Trump pada tanggal 20 Januari lalu, yang mendorong para analis berspekulasi apakah Kim Jong-un berusaha mengirim pesan kepada Trump. ST/AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP
- 5 Peningkatan PDB Per Kapita Hanya Dinikmati Sebagian Kecil Kelompok Ekonomi