Ketegangan Politik di Korsel Terus Meningkat, Kelompok Oposisi Ajukan Mosi Pemakzulan terhadap PM Han
PM dan penjabat Presiden Korsel, Han Duck-soo menyampaikan pidato di Kompleks Pemerintah di Seoul, Kamis (26/12).
Foto: AFP/YONHAP/South Korea OUTISTANBUL – Presiden sementara sekaligus Perdana Menteri Korea Selatan, Han Duck-soo, akan menghadapi pemungutan suara pemakzulan terhadap dirinya di parlemen setelah ia menolak mengangkat tiga hakim baru untuk Mahkamah Konstitusi.
Partai Demokrat, oposisi utama, mengumumkan akan mengajukan rancangan undang-undang untuk memakzulkan Han, pada hari Kamis (26/12), dan mengadakan pemungutan suara pada Jumat (27/12), seperti dilaporkan Kantor Berita Korsel, Yonhap.
Sebelumnya, Han menyatakan tidak akan menunjuk para hakim sebelum partai oposisi, yang mendominasi 300 kursi di parlemen, mencapai "kompromi" dengan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa.
Seperti dikutip dari Antara, Mahkamah Konstitusi memiliki kapasitas penuh sembilan hakim namun saat ini kekurangan tiga anggota. Para hakim itu harus dicalonkan oleh parlemen.Han, yang bertindak sebagai Presiden sementara, menegaskan bahwa ia baru akan memberi persetujuan hanya jika kedua pihak yang bersaing mencapai konsensus.
Meski begitu, Partai Demokrat mengancam akan melanjutkan langkah mereka secara sepihak untuk mengesahkan pencalonan hakim di parlemen. Di lembaga itu, Partai Demokrat memiliki170 kursi dan mendapat tambahan dukungan 22 anggota parlemen dari partai-partai kecil.
Sidang Pertama
Mahkamah Konstitusi dijadwalkan akan menggelar sidang pertama pada Jumat (27/12) terkait pemakzulan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang saat ini sedang dinonaktifkan.Negara itu sedang menghadapi kebuntuan politik sejak April, ketika kelompok oposisi memenangkan mayoritas kursi di parlemen.
Sejak itu, mereka terus menghambat kebijakan Yoon, yang dimakzulkan pada 14 Desember oleh parlemen akibat memberlakukan darurat militer.
Dalam langkah mengejutkan, Presiden berusia 63 tahun itu mengumumkan darurat militer pada 3 Desember, namun terpaksa mencabut status tersebut setelah partai oposisi memobilisasi anggota parlemen untuk segera mengesahkan mosi pencabutan darurat militer.
Mahkamah Konstitusi Korsel memiliki waktu enam bulan untuk memutuskan apakah Yoon, yang menghadapi dakwaan pemberontakan dan pengkhianatan, akan dicopot dari jabatannya atau kembali melaksanakan tugas sebagai presiden.
Dikutip dari Channel News Asia, Korea Selatan dilanda krisis politik ketika Presiden Yoon Suk Yeol, yang saat ini diskors, mengumumkan darurat militer pada tanggal 3 Desember.
Yoon dilucuti dari tugasnya oleh parlemen pada tanggal 14 Desember atas deklarasi dramatis tersebut, tetapi putusan pengadilan konstitusi yang menguatkan keputusan para anggota parlemen diperlukan untuk menyelesaikan proses pemakzulan.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 3 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 4 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 5 Gerak Cepat, Pemkot Surabaya Gunakan Truk Tangki Sedot Banjir
Berita Terkini
- Duh, Rupiah Kembali Tertekan Jelang Akhir Pekan
- Pemkab Bekasi raih tiga penghargaan bidang pemberdayaan perempuan
- Kota Tua antisipasi 41 ribu pengunjung saat Tahun Baru 2025
- Kabar Gembira bagi yang Mau Jalan-jalan, Commuter Line Beroperasi 24 Jam di Malam Tahun Baru 2025
- Optimalkan Potensi Garam Indramayu demi Sokong Swasembada, Berikut Ini Strategi Pemerintah