Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kekeliruan Penerapan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 pada Pelanggaran Administratif

Foto : ISTIMEWA

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran - Romli Atmasasmita

A   A   A   Pengaturan Font

Ketentuan pasal aquo telah membatasi luas lingkup jangkauan UU Nomor 31 Tahun 1999 hanya sebatas pelanggaran pidana yang diatur di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, dan pelanggaran pidana di UU lain yang secara tegas disebut tipikor saja atau dikenal sebagai undang-undang pidana administrative-administrative penal law. Contoh, ketentuan Pasal 36 A Ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 1983 Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, "Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya."

Berwenang

Ketentuan pasal aquo Tata Cara Perpajakan tersebut adalah satu-satunya ketentuan pidana administratif yang dimasukkan pembentuk UU sebagai tindak pidana tipikor. Ketentuan Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 konfirm dengan ketentuan Pasal 6 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: a. tindak pidana korupsi; b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut di atas semakin jelas dan nyata bahwa luas lingkup berlakunya UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dibatasi pembentuk UU dengan alasan bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan perubahannya, tidak menjadi "pukat harimau" untuk segala pelanggaran pidana yang termasuk pelanggaran pidana administratif; dan begitu juga ditegaskan hal yang sama mengenai lingkup kewenangan pengadilan tipikor.

Dalam praktik, baik jaksa penuntut maupun majelis hakim pengadilan tipikor di dalam menangani perkara-perkara pelanggaran administratif tidak lagi mempertimbangkan ketentuan-ketentuan tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi bukan saja kekeliruan, akan tetapi kesengajaan untuk melakukan pelanggaran atas perintah Undang-Undang.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top