Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kekeliruan Penerapan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 pada Pelanggaran Administratif

Foto : ISTIMEWA

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran - Romli Atmasasmita

A   A   A   Pengaturan Font

Kelemahan

Di samping terdapat kelebihan ketentuan UU Tipikor 1999 dalam memberantas tipikor juga masih ada kelemahan yaitu tafsir hukum atas ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 yang masih simpang siur karena tafsir yang tanpa batas atas frasa "perbuatan yang bersifat melawan hukum" dan "kerugian keuangan negara atau perekonomian negara".

Keluasan tafsir hukum atas frasa tersebut mengakibatkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor Tahun 1999 menjadi "all embracing act" (pukat harimau) sehingga tidak lagi membedakan perbuatan yang merupakan pelanggaran administratif dan perbuatan pelanggaran pidana tipikor.

Atas alasan hukum tersebut dan mengingat telah terjadi kesimpangsiuran tafsir hukum maka pembentuk UU Tipikor telah memasukkan ketentuan Pasal 14 dalam UU Tipikor tahun 1999 sebagai perubahan atas hukum pidana materiel dan ketentuan Pasal 46 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor sebagai hukum pidana formil. Pasal 14 Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Merujuk doktrin hukum pidana dengan tafsir a contrario, ketentuan pasal aquo merupakan ketentuan yang menegaskan bahwa pelanggaran pidana di dalam UU selain UU Tipikor, tetapi tidak secara tegas dinamakan sebagai tipikor maka ketentuan UU Tipikor tidak diberlakukan, yang diberlakukan adalah ketentuan UU yang lain itu.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top