Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kekeliruan Penerapan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 pada Pelanggaran Administratif

Foto : ISTIMEWA

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran - Romli Atmasasmita

A   A   A   Pengaturan Font

Oleh: Romli Atmasasmita

Sejarah peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi (selanjutnya, tipikor) telah mencapai usia 63 (enam puluh tiga) tahun sejak diundangkan Perpu Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Kelemahan ketentuan UU aquo terletak pada ketidakjelasan mengenai letak tipikor dalam sistem hukum pidana yang masih membedakan pengertian kejahatan dan pelanggaran sehingga dalam praktik menghambat proses pembuktian tipikor dan kelemahan berlanjut pada UU No 3 Tahun 1971 yang telah mengubah Perpu Nomor 24 Tahun 1960. Perubahan UU Nomor 3 Tahun 1971 dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 telah mengubah secara mendasar, baik mengenai hukum pidana materiil maupun hukum formilnya.

Perubahan hukum pidana materiil yang mendasar adalah status hukum tipikor tidak lagi merupakan kejahatan biasa/konvensional, melainkan ditetapkan sebagai kejahatan yang bersifat luar biasa. Keluarbiasaan tipikor adalah pada subjek hukum dan objek yang dijadikan sasaran korupsi serta dampak dari tipikor bagi masyarakat. Subjek hukum tipikor yang utama adalah setiap penyelenggaraan negara sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Objek sasaran UU Tipikor Tahun 1999 adalah setiap penyelenggaraan negara yang menggunakan dana APBN/APBD, termasuk korporasi atau badan hukum yang 51 persen sahamnya dimiliki oleh negara (BUMN/BUMD). Dampak tipikor di dalam UU Tipikor Tahun 1999 adalah terjadinya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara lebih dipertegas di dalam ketentuan (hanya) pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor 1999.

Di dalam UU Tipikor 1999 juga diamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga Independen untuk memperkuat Kepolisian dan Kejaksaan. Perubahan dalam hukum pidana formil dalam UU Tipikor tahun 1999 adalah diberikan kewenangan pada KPK untuk melakukan penyadapan tanpa harus ada izin ketua pengadilan setempat dan memeriksa harta kekayaan setiap penyelenggara negara serta melakukan koordinasi dan supervisi terhadap kinerja kepolisian dan kejaksaan dalam melakukan penyidikan dan penuntutan tipikor.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top